Kamis, 28 Juni 2012

PEMANFAATAN BUAH SUKUN SEBAGAI BAHAN PANGAN LOKAL DALAM MENCEGAH DAN MENGATASI ANEMIA GIZI BESI BAGI MASYARKAT PESISIR


Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
Paper INOVASI 2011

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah       
       Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (Direktorat Gizi, 2010).
       Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara–negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang berpenghasilan rendah (Wahyuni, 2004).
       Berdasarkan hasil–hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita hamil 50-70%, anak belita 30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik berpenghasilan rendah 30-40% (Direktorat Gizi, 2010). Menurut SKRT 1995, prevalensi rata–rata nasional pada ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1%. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya angka kesakitan. Dengan demikian konsekuensi fungsional dari anemia gizi menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia (Direktorat Gizi, 2010).
       Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan–lahan akan menghambat pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak–anak akan lebihmudah terserang penyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (Wahyuni, 2004).
       Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama daerah pedesaan (Robert, 1988). Murray (2006), menyatakan bahwa anemia gizi juga dipengaruhi oleh faktor–faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan, fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor tersebut saling berkaitan.
       Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal dampak negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita sangatlah serius, karena mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak. Penganganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan (Pindyck, 2007).
       Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa masalah anemia gizi besi merupakan masalah yang sangat kompleks, yang dapat mewabah bila hanya dipandang sebelah mata. Sukun yang pada umumnya hanya dikenal sebagai buah biasa ternyata memiliki khasiat yang bisa kita gunakan dalam mengatasi masalah gizi yang tengah menjadi ultimatum bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis kandungan-kandungan gizi dalam bahan pangan sukun serta manfaatnya dalam bidang kesehata.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kandungan zat gizi pada buah sukun?
2.      Berapa banyak (gram) sukun yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian?
3.      Bagaimana pengaruh konsumsi buah sukun terhadap penyelesaian kasus anemia gizi besi di Indonesia?

Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui kandungan zat aktif dalam buah sukun.
2.      Mengetahui jumlah sukun yang bisa dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian
3.      Menelaah lebih jauh tentang pemanfaatan buah sukun sebagai alternatif pangan lokal dalam menangkal kasus anemia gizi besi di Indonesia.

Manfaat Penulisan
       Karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sebuah pengaplikasian ilmu yang kami sajikan sebagai referensi dan tambahan informasi mengenai khasiat buah sukun sebagai bahan subtitusi makanan pokok dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Survailans Gizi
       Kebutuhan akan zat-zat seseorang berbeda-beda dan perbedaan ini tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pada wanita dewasa, kalori yang dibutuhkan berkisar antara 1.600 -2000 kilokalori, sedangkan pria dewasa membutuhkan sekitar 2.500 -3.000 kilokalori setiap harinya. Secara umum pengaruh gizi pada manusia sangatlah kompleks, antara lain dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas dan kesanggupan kerja yang mana kesemua ini sangatlah erat hubungannya dengan perbaikan atau peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan demikian agar dapat melakukan kerja seoptimal mungkin sangatlah perlu diperhatikan kualitas makanan yang dimakan, hendaknyalah memakan makanan yang cukup mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh atau makanan yang berimbang (Almatsier, 2010).
       Upaya perbaikan gizi dengan ruang lingkup nasional sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1980. Diawali dengan berbagai survei dasar, disusun strategi dan kebijakan yang pada umumnya melibatkan berbagai sektor terkait. Keberhasilan program perbaikan gizi dinilai berdasarkan laporan rutin dan juga survey berkala melalui survei khusus maupun diintegrasikan pada survei nasional seperti Susenas, Survei Kesehatan Rumah Tangga dan lain-lain (Mass, 2003).

Tinjauan Mengenai Zat Besi
       Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase (Wahyuni, 2004).

Penyerapan Zat Besi
absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu (Groff, 2003) :
1.      Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
2.      Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
3.      Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.
4.      Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang tidak dapat diserap.
5.      Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe.
6.      Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe.
7.      Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
8.      Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe.
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut (Maria, 2006) :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

Asal Buah Sukun dan Pengembangannya
       Buah sukun (Artocarpus communis) merupakan komoditas sumber karbohidrat potensial, yang mempunyai berbagai nama daerah, yaitu sakon (Aceh), suku (Nias), amu (Gorontalo), suu uek (Rote), sukun (Jawa, Sunda, Bali), sunne (Seram) kuu (Sulawesi Utara), kundo (Alor), karata (Bima), kalara (Sawu), Bakara (Sulawesi Selatan). Terdapat dua jenis sukun, yaitu sukun tanpa biji dan sukun dengan biji (Depertemen Pertanian, 2009). Di Indonesia, jenis pertama lebih populer dengan sebutan  sukun yang diolah menjadi berbagai produk makanan, sedangkan sukun dengan biji lebih dikenal dengan sebutan kluwih dan biasanya dimanfatkan sebagai sayur.
        Tanaman sukun berasal dari daerah New Guinea Pasifik yang kemudian dikembangkan didaerah Malaysia  sampai ke Indonesia. Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong seperti buah melon. Warna kulit buah hijau muda sampai kuning kecoklatan. Ketebalan kulit berkisar antara 1-2 mm. Buah muda permukaan kulit buahnya kasar dan nampak dipenuhi seperti duri agak tajam, lalu menjadi halus setelah buah tua. Tekstur buah saat mentah keras,  dan menjadi  lunak-masir  setelah matang. Daging buah berwarna putih, putih kekuningan dan kuning, tergantung jenisnya (Gambar 1). Rasa buahnya saat mentah agak manis dan manis setelah matang, dengan aroma spesifik. Ukuran berat buah dapat mencapai 4 kg. Panjang tangkai buah, berkisar antara 2,5-12,5 cm tergantung varietas (Depertemen Pertanian, 2009).
       Sukun merupakan tanaman pangan alternatif di Indonesia sejak tahun 1920, yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak ditanam orang, namun sekarang sudah cukup populer karena dapat dibuat berbagai makanan beraneka ragam terbuat dari sukun misalnya: goreng sukusukun, getuk sukun, kolak sukun, cake sukun, mie sukun, klepon sukun, dodol sukun, bola sukun, apem sukun dan bahan baku pembuat Pek empek (makanan khas Palembang) dan lain-lain. Karena dengan dibuat tepung sukun maka makanan ini menunjukkan amat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sekarang ini bibit sukun tengah banyak dicari masyarakat untuk ditanam, karena budi dayanya yang relatif gampang, produksi buahnya cukup baik dan manfaat buahnya dapat dikonsumsi untuk aneka ragam makanan dan harga jual buah yang menguntungkan serta masih banyak kelebihan lainnya yang membuat daya tarik masyarakat dikarenakan sukun bisa menjadikan makanan alternatif pengganti beras. Oleh karena itu kegunaan tanaman Sukun yang cukup banyak manfaatnya seperti tersebut diatas terdapat di seperti daerah Cilacap yang dikenal sebagai sentra produksi sukun di Indonesia yang menurut sejarahnya mendatang-kan sukun dari Pulau Bawean (Litbang.Riskesda).
       Barulah pada tahun 1983 oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cilacap mulai memasyarakatkan tanaman sukun, dan sukun gundul yang terkenal sebagai primadona sukun nasional menjadi tanaman utama yang dikembangkan ke daerah lain. Pada akhirnya sukun gundul berhasil mengangkat nama Cilacap, sehingga tak heran kalau Pemerintah Daerah Cilacap menjadikan sukun gundul sebagai maskot daerahnya (Depertemen Pertanian, 2009).
       Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong, warna kulit buah agak hijau muda sampai kuning-kekuningan, ketebalan kulit halus antara 1-2 mm. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus. Daging buah berwarna putih dengan ketebalan sekitar 7 cm. Teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Diameter buah kurang lebih 26 cm. Tangkai buah sekitar 5 cm. Berat buah dapat mencapai 4 kg (Tempo).
       Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, maka pola konsumsi pangan yang bermutu dengan gizi yang seimbang merupakan momentum yang tepat untuk melakukan diversifikasi pangan pada menu harian. Pangan yang beragam menjadi penting mengingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi seseorang. Konsumsi pangan yang beragam meningkatkan kelengkapan asupan zat gizi karena kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi dari pangan lainnya (Robert, 2007). Namun, pangan pokok masyarakat Indonesia masih bertumpu pada satu komoditas, yaitu beras. Budaya mengonsumsi nasi bagi penduduk negeri ini sangat tinggi, bahkan sebagian besar masyarakat merasa belum makan jika belum mengkonsumsi nasi.
       Beras sebagai salah satu jenis pangan yang menempati posisi paling strategis diantara jenis pangan lainnya, sehingga ada tuntutan masyarakat agar kebutuhan beras dapat terpenuhi. Peningkatan permintaan beras tidak seimbang dengan ketersediaan dalam negeri, dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut selama ini dilakukan melalui impor beras. Sementara tanaman pangan sumber karbohidrat lain seperti aneka umbi dan buah (salah satunya adalah sukun) belum dimanfaatkan secara optimal. Apabila kondisi ini terus berlanjut, ketahanan pangan nasional berkelanjutan semakin sulit dipertahankan, meskipun tahun ini Indonesia berhasil swasembada beras (Michael, 2009).
       Faktor lain yang perlu pertimbangan adalah kontribusi serealia terutama beras, dalam menu makan masyarakat Indonesia mencapai 62% (Mass,2003). Porsi ini terlampau tinggi, karena dalam Pola Pangan Harapan, porsi konsumsi serealia maksimum adalah 51%.  Berdasarkan hal tersebut, maka pengolahan pangan pokok alternatif berbasis aneka umbi dan buah sumber karbohidrat menjadi penting untuk dikembangkan.  Salah satu komoditas sumber karbohidrat yang berasal dari buah yang potensial untuk dikembangkan adalah sukun (Muchtadi, 1992).
BAB III
 METODE PENULISAN

Pencarian Pustaka
Penyusunan gagasan tertulis ini dilakukan melalui studi literatur dari berbagai referensi baik yang diperoleh dari media cetak maupun elektronik yang terkait dengan pemanfaatan buah sukun sebagai bahan pangan lokal dalam mencegah dan mengatasi masalah anemia gizi besi bagi masyarakat pesisir.

Analisis
Setelah mendapatkan sumber-sumber yang terkait dengan judul, maka selanjutnya dilakukan analisis, mulai dari menganalisis keterkaitan antara subjek satu dengan subjek lain dan mekanisme subjek yang satu memperngaruhi subjek yang lain sesuai dengan judul.

Sasaran Penulisan
            Adapun sasaran utama dari penulisan paper ini adalah masyarakat pesisir  namun juga di dalamnya tidak terlepas dari unsur pemerintah dan masyarat umum.

Tahapan Penulisan
Tahap penulisan karya ilmiah ini berawal dari pengumpulan pustaka yang kemudian dirangkai sedemikian rupa secara sistematis, selanjutnya dilakukan juga konsultasi dengan dosen pendamping. Dosen pembimbing merupakan salah satu pendukung kesuksesan suatu kegiatan, utamanya kegiatan penulisan karya tulis ilmiah. Melalui dosen pembimbing didapatkan gambaran tentang bagaimana seharusnya melangkah untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan. Jadi peran pembimbing disini adalah untuk mendapatkan alternatif penyelesaian permasalahan yang dihadapi dan memberikan panduan sehingga penulisan karya tulis ini berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Penarikan Kesimpulan
       Setelah menganalisis sumber yang ada maka selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.  
 
BAB IV
PEMBAHASAN

Pengertian Anemia Gizi Bezi
       Anemia gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi anemia gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB). Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam sel-sel darah yang baru (Groff, 2003).
       Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nili normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan jenis kelamin (Wahyuni, 2004).   

Kebutuhan Zat Besi Individu
       Sumber utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai 10-20%. Ini berarti bahwa Fe pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap daripada Fe pangan asal nabati (Murray dkk. 2006).
       Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Muchtady, 1992). Konsumsi pangan merupakan factor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Murray dkk, 2006).
       Menurut Winarno (2004) kebutuhan besi per orang per hari untuk bayi (0-11 bulan) adalah 0.5-7 mg, anak usia 1-9 tahun adalah 8-10 mg, pria 10-12 tahun adalah 13 mg, pria usia 13-15 tahun adalah 19 mg, pria usia 16-18 tahun adalah 15 mg, pria usia 19-65 tahun keatas adalah 13 mg, wanita usia 10-12 tahun adalah 20 mg, wanita usia 13-49 tahun adalah 26 mg, wanita usia 50-65 tahun keatas adalah 12 mg, untuk wanita hamil ditambah 9-13 mg dari kebutuhan normal, sedangkan untuk wanita menyusui ditambah 6 mg dari kebutuhan normal.
       Menurut Winarno (2004), jumlah besi yang diluarkan tubuh sekitar 1.0 mg per hari, dan untuk wanita masih ditambah 0.5 mg hilang karena menstruasi. Adapun jumlah besi yang diserap hanya sekitar 10%. Perbaikan dalam gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi kerja melalui peningkatan kemampuan individunya. Pengaruh program kesehatan serta gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat pada peningkatan GNP di masa depan. Peningkatan GNP terjadi karena adanya pertumbuhan ekonomi, yaitu dengan dengan bertambahnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan secara tidak langsung melalui tingkat partisipasi dalam dunia pendidikan (Pindyck, 2007).
       Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Almatsier, 2010).

Penyebab Anemia Gizi Besi
       Menurut Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot (Wahyuni,2004).
       Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan menyimpan oksigen untuk sel-sel otot. Besi yang ada di dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang diserap dari saluran pencernaan (Robert, 1988).
       Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Direktorat Gizi, 2010).
       Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak (Groff, 2003):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a. Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b. Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c. Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta
2. Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1. Diare menahun
2. Sindrom malabsorbsi
3. Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1.      Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum, divertkel Meckel.
2.      Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.

Kandungan Gizi Buah Sukun
       Buah sukun (Artocarpus communis) merupakan komoditas sumber karbohidrat potensial, yang mempunyai berbagai nama daerah, yaitu sakon (Aceh), suku (Nias), amu (Gorontalo), suu uek (Rote), sukun (Jawa, Sunda, Bali), sunne (Seram) kuu (Sulawesi Utara), kundo (Alor), karata (Bima), kalara (Sawu), Bakara (Sulawesi Selatan) (Dasi dan Winamo 1992 dalam Mariska, dkk 2004; Ditjend PPHP 2003). Terdapat dua jenis sukun, yaitu sukun tanpa biji dan sukun dengan biji (Rincón, et.al., 2005). Di Indonesia, jenis pertama lebih populer dengan sebutan  sukun yang diolah menjadi berbagai produk makanan, sedangkan sukun dengan biji lebih dikenal dengan sebutan kluwih dan biasanya dimanfatkan sebagai sayur (Litbang.riskesda).
       Sukun dapat dijadikan sebagai pangan alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional (beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan produksi pangan konvensional. Sukun dapat dipakai sebagai pangan alternatif pada bulan-bulan Januari, Pebruari dan September, dimana pada bulan-bulan tersebut terjadi paceklik padi. Musim panen sukun dua kali setahun. Panen raya bulan Januari - Februari dan panen susulan pada bulan Juli - Agustus.  Di Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar kepulauan Indonesia, serta jarang terserang hama dan penyakit yang membahayakan, maka hal ini memungkinkan sukun untuk dikembangkan. Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%. Bagian yang bisa dimakan (daging buah) dari buah yang masih hijau sebesar 70 persen, sedangkan dari buah matang adalah sebesar 78 persen. Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A dan B komplek tetapi miskin akan vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P buah sukun lebih baik daripada kentang dan kira-kira sama dengan yang ada dalam ubi jalar (Astawan, 2009).
       Sukun dalam bentuk segar maupun tepung mempunyai nilai gizi utama yang tidak kalah dengan bahan pangan lain. Selain itu, buah sukun juga kaya akan unsur-unsur mineral dan vitamin yang sangat  tubuh, yaitu kalsium (Ca), Fosfor (P), Zat besi (Fe), vitamin B1, B2 dan vitamin C. Buah sukun juga mengandung asam amino esensial yang tidak diproduksi oleh tubuh manusia, seperti histidine, isoleusin, lysine, methionin, triptophan, dan valin. Jika dibandingkan dengan pangan sumber karbohidrat lainnya, dalam beberapa hal, sukun memiliki keunggulan, yaitu: kandungan protein sukun segar lebih tinggi daripada ubi kayu, begitu pula kandungan karbohidratnya, lebih tinggi dari ubi jalar atau kentang, dan dalam bentuk tepung, nilai gizinya kurang lebih setara dengan beras (Tempo).                                                     
       Tanaman sukun yang diambil buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan pokok, dimana sukun merupakan tanaman asli Indonesia yang penyebaran tanaman sukun dapat cocok ditanam di daerah tropis, dapat tumbuh di daerah pesisir pantai serta banyaknya daerah-daerah yang ditanami sukun sehingga menunjuk-kan bahwa bahan pangan alternatif ini sudah cukup lama dikenal masyarakat Indonesia, sangat disayangkan bahwa kepopuleran sukun kalah dengan kentang sebagai makanan cepat saji dimata anak-anak pada umumnya. Padahal manfaat sukun sebagai bahan pangan alternatif telah dikenal sejak lama di Indonesia dan pada zaman penjajahan Belanda sukun lebih populer sebagai pangan alternatif disamping sebagai makanan sampingan (cemilan).

Komposisi Kimia Buah Sukun
       Buah sukun mengandung  karbohidrat, mineral dan vitamin  cukup  tinggi. Setiap 100gram buah sukun mengandung  karbohidrat  27,12 gram, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium  490 mg dan nilai energi 108 kalori. Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga dapat digunakan  untuk makanan diet rendah kalori (Depertemen Pertanian, 2009).
       Pemanfaatkan sukun sebagai bahan pangan semakin penting, sejak pemerintah mulai melancarkan program diversifikasi pangan. Sukun mengandung karbohidrat dan gizi yang baik seperti halnya ubi, uwi, kentang, sembili, gadung, dan lain-lain. Dengan demikian, sukun mempunyai prospek yang cerah sebagai komoditas agroindustri di waktu mendatang.
Tabel 1. Komposisi kimia buah sukun per 100 gram bahan.
Zat gizi per 100 gram**
Buah sukun Muda
Buah Sukun tua
Tepung Sukun Tua
Energi ( kalori )
119
126
302,4
Air ( g )
69,4
67,8
15
Protein ( g )
1,4
1,6
3,6
Lemak ( g )
0,2
0,2
0,8
Karbohidrat ( g )
28,1
24,5
78,9
Serat ( g )
1,4
1,5
-
Abu ( g )
1
1
2
Kalsium ( mg )
24
37
58,8
Fosfor ( mg )
44
47
165,2
Besi ( mg )
1.4
1,6
1,1
Vitamin B1 ( mg )
0,12
0,12
0,34
Vitamin B2 ( mg )
0,06
0,06
0,17
Vitamin C ( mg )
21
17
47,6
Sumber:DKBM PERSAGI, 2009
       Berdasarkan tabel tersebut, ternyata kandungan zat besi pada sukun begitu beragam. hal ini menunjukkan bahwa buah sukun berpeluang dalam pemenuhan kebutuhan zat besi harian kita, sekaligus dapat dijadikan solusi alternative dalam mengatasi kejadian anemia gizi besi, terutaa pada ibu hamil.
Dosis dan Rute Buah Sukun dalam Memenuhi Kebutuhan Fe Manusia
       Kandungan Fe atau zat besi yang terdapat pada buah sukun cukup tinggi bila dibanding dengan buah lainnya, yaitu sekitar 1,4-1,6 mg dalam 100 gram buah sukun. Sementara itu kebutuhan manusia akan zat besi terutama dari pangan nabati hanya 1-2% yang bisa diserap. Artinya kebutuhan tubuh akan zat besi dari pangan nabati bisa tercukupi dengan mengkonsumsi 100 gram buah sukun dalam sehari.
       Pada umumnya Fe tahan terhadap pemasanan, jadi ketika sukun dipanaskan pada suhu tertentu yakni sekitar 100o C maka tidak akan menghilangkan kandungan Fe yang ada di dalamnya, bahkan setelah dipanaskan kandungan vitamin A pada buah sukun akan meningkat.
Pengaruh Buah Sukun Terhadap Masalah Anemia Gizi Besi
       Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan masyarakat (Winarno, 2004). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Murray dkk, 2006).
       Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (2006), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Astawan, 2009), lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsure kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.
       Setelah meneliti lebih dalam mengenai buah sukun dan kandungan gizi yang ada di dalamnya ternyata didapatkan hasil bahwa dalam 100 gram buah sukun muda terdapat sekitar 1,4 mg besi atau Fe dan pada sukun tua terdapat 1,6 mg besi. Hal tersebut menunjukkan bahwa buah sukun dapat dijadikan sebagai suatu solusi untuk mencukupi kebutuhan mineral mikro manusia dari makanan.
       Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Salah satunya adalah terdapat pada buah sukun. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot.

BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
       Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka kami menarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Buah sukun sesungguhnya memiliki begitu banyak kandungan gizi yang bermanfaat, diantaranya adalah kandungan zat besi atau Fe yang dapat memenuhi kebutuhan zat besi tubuh dari pangan nabati.
2.      Jumlah sukun yang dapat dikonsumsi tiap harinya untuk memenuhi kebutuhan mineral mikro (zat besi) tubuh per harinya sekitar 100 gram. Dalam hal ini kita dapat mengoprasionalkannya dengan mengonsumsi dua potong sukun rebus ukuran sedang.
3.      Masalah anemia gizi di Indonesia salah satunya dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah sukun sesuai kebutuhan tubuh, sebab selain kandungan zat gizi aktifnya yang tinggi juga mudah dijangkau oleh segala kalangan dan ekonomis.

SARAN

       Berikut saran-saran yang ingin penulis sampaikan terkait pencegahan masalah gizi yang dialami oleh masyarakat Indonesia:
1.      Pemenuhan zat-zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
2.      Agar masyarakat senantiasa memanfaatkan pangan lokal yang ada disekeliling kita selain sebagai bahan pangan juga sebagai pemenuhan kebutuhan zat gizi.
3.      Supaya kedepannya masyarakat lebih peka dan peduli terhadap masalah kesehatan khususnya masalah anemia gizi.


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Graha Pustaka Utama.
Astawan Made. 2009. A-Z Ensiklopedi Gizi Pangan.  Dian Rakyat. Jakarta.
C.Linder, Maria, 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme.  Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. 
Depkes RI (1996) Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan masyarakat, Pedoman Operasional Penangguklangan Anemia Gizi di Indonesia, Jakarta. 
Departemen Pertanian. 2009. Sukun: Bisakah Menjadi Bahan Baku Produk Pangan, Warta Pengembangan Pertanian, 31(1):1-3.
Direktorat gizi masyarakat. 2003. Survailans Gizi. Depertemen Kesehatan RI.
Groff, James L. 2003. Advance Nutrition And Human Metabolism Third Edition. Hal 415-417.
Mahmud, Mien K, dkk. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Alex Media Komputindo. Jakarta. hlm. 28.
Mass, Linda T.2003. Masalah Gizi Dalam Kaitannya Dengan Ketahanan Fisik Dan Produktivitas Kerja. Jakarta.
-------------------------, Metabolisme Zat Gizi, Jakarta.
Michael. dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku.
Muchtadi, R. Tien. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Murray, Robert,K., Grannel,D., Rodwell, Victor, W. 2006. Biokimia Harper (Harper’s Illustrated Biochemistry) Edisi 27. Jakarta: EGC.
Pindyck, Robert S.  2007.  Ekonomi Gizi (Mikroekonomi). Jakarta:  PT. Index. 172
Robert E. Olson, dkk (1988), Mineral, pengetahuan Gizi Mutakhir. Jakarta:  PT Gramedia.
Wahyuni, S. Arlinda. 2004. Anemia Defisien pada Balita. Sumatra: USU Digital Library.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Graha Pustaka Utama.
www.litbang.riskesda.go.id
 www.tempo.com


LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


Nama                                                : Rudianto
Tempat, tanggal lahir                          : Ukke’e, 29 Desember 1992
Nim                                                   : K21110308
Jurusan / fakultas                                : Ilmu Gizi/ Kesehatan Masyarakat
Perguruan tinggi                                 : Universitas Hasanuddin
Prestasi Kepenulisan                          : PKM-K BAPAGI 2011
                                                           Juara 1 lomba opini tingkat SMA 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut