Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
Paper INOVASI 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hingga saat
ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori
Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang zat
besi yang disebut Anemia Gizi (Direktorat Gizi, 2010).
Sampai saat ini salah
satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan
penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan
sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum
dijumpai terutama di negara–negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya
dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita,
anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang berpenghasilan rendah (Wahyuni, 2004).
Berdasarkan
hasil–hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa tempat di Indonesia
pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada wanita hamil 50-70%, anak belita
30-40%, anak sekolah 25-35% dan pekerja fisik berpenghasilan rendah 30-40%
(Direktorat Gizi, 2010). Menurut SKRT 1995, prevalensi rata–rata nasional pada
ibu hamil 63,5%, anak balita 40,1%. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada
anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga
menyebabkan tingginya angka kesakitan. Dengan demikian konsekuensi fungsional
dari anemia gizi menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia
(Direktorat Gizi, 2010).
Khusus pada anak
balita, keadaan anemia gizi secara perlahan–lahan akan menghambat pertumbuhan
dan perkambangan kecerdasan, anak–anak akan lebihmudah terserang penyakit
karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan
anak sebagai generasi penerus (Wahyuni, 2004).
Penyebab utama anemia
gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang
rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang
kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang memperberat keadaan
anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama daerah pedesaan (Robert,
1988). Murray (2006), menyatakan bahwa anemia gizi juga dipengaruhi oleh
faktor–faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola
makan, fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor-
faktor tersebut saling berkaitan.
Selama ini upaya penanggulangan anemia
gizi masih difokuskan pada sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya
seperti bayi, anak balita, anak sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum
ditangani. Padahal dampak negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita
sangatlah serius, karena mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang
nantinya akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka
adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak.
Penganganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan
(Pindyck, 2007).
Dari
pemaparan diatas, terlihat bahwa masalah anemia gizi besi merupakan masalah
yang sangat kompleks, yang dapat mewabah bila hanya dipandang sebelah mata.
Sukun yang pada umumnya hanya dikenal sebagai buah biasa ternyata memiliki
khasiat yang bisa kita gunakan dalam mengatasi masalah gizi yang tengah menjadi
ultimatum bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
menganalisis kandungan-kandungan gizi dalam bahan pangan sukun serta manfaatnya
dalam bidang kesehata.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kandungan zat gizi pada buah sukun?
2. Berapa
banyak (gram) sukun yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian?
3. Bagaimana
pengaruh konsumsi buah sukun terhadap penyelesaian kasus anemia gizi besi di
Indonesia?
Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui
kandungan zat aktif dalam buah sukun.
2. Mengetahui
jumlah sukun yang bisa dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan zat besi harian
3. Menelaah
lebih jauh tentang pemanfaatan buah sukun sebagai alternatif pangan lokal dalam
menangkal kasus anemia gizi besi di Indonesia.
Manfaat Penulisan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat
menjadi sebuah pengaplikasian ilmu yang kami sajikan sebagai referensi dan
tambahan informasi mengenai khasiat buah sukun sebagai bahan subtitusi makanan
pokok dalam mengatasi masalah gizi di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Survailans
Gizi
Kebutuhan akan zat-zat seseorang
berbeda-beda dan perbedaan ini tergantung dari umur, jenis kelamin, jenis
pekerjaan ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pada wanita dewasa, kalori
yang dibutuhkan berkisar antara 1.600 -2000 kilokalori, sedangkan pria dewasa
membutuhkan sekitar 2.500 -3.000 kilokalori setiap harinya. Secara umum
pengaruh gizi pada manusia sangatlah kompleks, antara lain dapat berpengaruh
terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas dan kesanggupan
kerja yang mana kesemua ini sangatlah erat hubungannya dengan perbaikan atau
peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan demikian agar dapat melakukan kerja
seoptimal mungkin sangatlah perlu diperhatikan kualitas makanan yang dimakan,
hendaknyalah memakan makanan yang cukup mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh
tubuh atau makanan yang berimbang (Almatsier, 2010).
Upaya perbaikan gizi
dengan ruang lingkup nasional sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1980. Diawali
dengan berbagai survei dasar, disusun strategi dan kebijakan yang pada umumnya
melibatkan berbagai sektor terkait. Keberhasilan program perbaikan gizi dinilai
berdasarkan laporan rutin dan juga survey berkala melalui survei khusus maupun
diintegrasikan pada survei nasional seperti Susenas, Survei Kesehatan Rumah
Tangga dan lain-lain (Mass, 2003).
Tinjauan
Mengenai Zat Besi
Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi
manusia. besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu
sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang menyangkut oksigen dari paru–paru.
Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk
metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga
merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip
Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan
oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang
berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi
berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga
merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom
paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan
peroksidase (Wahyuni, 2004).
Penyerapan Zat Besi
absorbsi zat besi dipengaruhi oleh
banyak faktor yaitu (Groff, 2003) :
1.
Kebutuhan
tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi
simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
2.
Rendahnya
asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam
klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah
diserap oleh mukosa usus.
3.
Adanya
vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi
karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat
meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro
askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan
penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.
4.
Kelebihan
fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang
tidak dapat diserap.
5.
Adanya
fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe.
6.
Protein
hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe.
7.
Fungsi
usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
8.
Penyakit
infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe.
Zat besi diserap di dalam duodenum dan
jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks. Proses ini meliputi tahap –
tahap utama sebagai berikut (Maria, 2006) :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan
pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula mengalami proses
pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut
dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi
menjadi Fe3+.
Fe3+ selanjutnya
berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin,
membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi
menjadi Fe3+
dan berikatan dengan transferitin Transferitin mengangkut Fe2+ ke
dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada
dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke
dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa,
sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini
bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi
yang terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.
Asal
Buah Sukun dan Pengembangannya
Buah sukun (Artocarpus communis) merupakan komoditas sumber
karbohidrat potensial, yang mempunyai berbagai nama daerah, yaitu sakon (Aceh),
suku (Nias), amu (Gorontalo), suu uek (Rote), sukun (Jawa, Sunda, Bali), sunne
(Seram) kuu (Sulawesi Utara), kundo (Alor), karata (Bima), kalara (Sawu),
Bakara (Sulawesi Selatan). Terdapat dua jenis sukun, yaitu sukun tanpa biji dan
sukun dengan biji (Depertemen Pertanian, 2009). Di Indonesia, jenis pertama
lebih populer dengan sebutan sukun yang diolah menjadi berbagai produk
makanan, sedangkan sukun dengan biji lebih dikenal dengan sebutan kluwih dan
biasanya dimanfatkan sebagai sayur.
Tanaman sukun berasal dari daerah New
Guinea Pasifik yang kemudian dikembangkan didaerah Malaysia sampai ke
Indonesia. Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong seperti buah melon. Warna
kulit buah hijau muda sampai kuning kecoklatan. Ketebalan kulit berkisar antara
1-2 mm. Buah muda permukaan kulit buahnya kasar dan nampak dipenuhi seperti
duri agak tajam, lalu menjadi halus setelah buah tua. Tekstur buah saat mentah
keras, dan menjadi lunak-masir setelah matang. Daging buah
berwarna putih, putih kekuningan dan kuning, tergantung jenisnya (Gambar 1).
Rasa buahnya saat mentah agak manis dan manis setelah matang, dengan aroma
spesifik. Ukuran berat buah dapat mencapai 4 kg. Panjang tangkai buah, berkisar
antara 2,5-12,5 cm tergantung varietas (Depertemen Pertanian, 2009).
Sukun merupakan tanaman pangan alternatif di Indonesia sejak tahun
1920, yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak ditanam orang, namun sekarang
sudah cukup populer karena dapat dibuat berbagai makanan beraneka ragam terbuat
dari sukun misalnya: goreng sukusukun, getuk sukun, kolak sukun, cake sukun,
mie sukun, klepon sukun, dodol sukun, bola sukun, apem sukun dan bahan baku
pembuat Pek empek (makanan khas Palembang) dan lain-lain. Karena dengan dibuat
tepung sukun maka makanan ini menunjukkan amat bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Sekarang ini bibit sukun tengah banyak dicari masyarakat untuk
ditanam, karena budi dayanya yang relatif gampang, produksi buahnya cukup baik
dan manfaat buahnya dapat dikonsumsi untuk aneka ragam makanan dan harga jual
buah yang menguntungkan serta masih banyak kelebihan lainnya yang membuat daya
tarik masyarakat dikarenakan sukun bisa menjadikan makanan alternatif pengganti
beras. Oleh karena itu kegunaan tanaman Sukun yang cukup banyak manfaatnya
seperti tersebut diatas terdapat di seperti daerah Cilacap yang dikenal sebagai
sentra produksi sukun di Indonesia yang menurut sejarahnya mendatang-kan sukun
dari Pulau Bawean (Litbang.Riskesda).
Barulah
pada tahun 1983 oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cilacap mulai
memasyarakatkan tanaman sukun, dan sukun gundul yang terkenal sebagai primadona
sukun nasional menjadi tanaman utama yang dikembangkan ke daerah lain. Pada
akhirnya sukun gundul berhasil mengangkat nama Cilacap, sehingga tak heran
kalau Pemerintah Daerah Cilacap menjadikan sukun gundul sebagai maskot
daerahnya (Depertemen Pertanian, 2009).
Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong,
warna kulit buah agak hijau muda sampai kuning-kekuningan, ketebalan kulit
halus antara 1-2 mm. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit halus.
Daging buah berwarna putih dengan ketebalan sekitar 7 cm. Teksturnya kompak dan
berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki aroma yang spesifik. Diameter
buah kurang lebih 26 cm. Tangkai buah sekitar 5 cm. Berat buah dapat mencapai 4
kg (Tempo).
Seiring meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan, maka pola konsumsi pangan yang bermutu
dengan gizi yang seimbang merupakan momentum yang tepat untuk melakukan
diversifikasi pangan pada menu harian. Pangan yang beragam menjadi penting
mengingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap
bagi seseorang. Konsumsi pangan yang beragam meningkatkan kelengkapan asupan
zat gizi karena kekurangan zat gizi dari satu jenis pangan akan dilengkapi dari
pangan lainnya (Robert, 2007). Namun, pangan pokok masyarakat Indonesia masih
bertumpu pada satu komoditas, yaitu beras. Budaya mengonsumsi nasi bagi
penduduk negeri ini sangat tinggi, bahkan sebagian besar masyarakat merasa
belum makan jika belum mengkonsumsi nasi.
Beras sebagai salah satu jenis pangan
yang menempati posisi paling strategis diantara jenis pangan lainnya, sehingga
ada tuntutan masyarakat agar kebutuhan beras dapat terpenuhi. Peningkatan
permintaan beras tidak seimbang dengan ketersediaan dalam negeri, dan untuk
memenuhi kebutuhan tersebut selama ini dilakukan melalui impor beras. Sementara
tanaman pangan sumber karbohidrat lain seperti aneka umbi dan buah (salah
satunya adalah sukun) belum dimanfaatkan secara optimal. Apabila kondisi ini
terus berlanjut, ketahanan pangan nasional berkelanjutan semakin sulit
dipertahankan, meskipun tahun ini Indonesia berhasil swasembada beras (Michael,
2009).
Faktor lain yang perlu pertimbangan adalah kontribusi serealia terutama
beras, dalam menu makan masyarakat Indonesia mencapai 62% (Mass,2003). Porsi
ini terlampau tinggi, karena dalam Pola Pangan Harapan, porsi konsumsi serealia
maksimum adalah 51%. Berdasarkan hal tersebut, maka pengolahan pangan
pokok alternatif berbasis aneka umbi dan buah sumber karbohidrat menjadi
penting untuk dikembangkan. Salah satu komoditas sumber karbohidrat yang
berasal dari buah yang potensial untuk dikembangkan adalah sukun (Muchtadi,
1992).
BAB III
METODE PENULISAN
Pencarian
Pustaka
Penyusunan
gagasan tertulis ini dilakukan melalui studi literatur dari berbagai referensi
baik yang diperoleh dari media cetak maupun elektronik yang terkait dengan
pemanfaatan buah sukun sebagai bahan pangan lokal dalam mencegah dan mengatasi
masalah anemia gizi besi bagi masyarakat pesisir.
Analisis
Setelah
mendapatkan sumber-sumber yang terkait dengan judul, maka selanjutnya dilakukan
analisis, mulai dari menganalisis keterkaitan antara subjek satu dengan subjek
lain dan mekanisme subjek yang satu memperngaruhi subjek yang lain sesuai
dengan judul.
Sasaran
Penulisan
Adapun sasaran utama dari penulisan
paper ini adalah masyarakat pesisir
namun juga di dalamnya tidak terlepas dari unsur pemerintah dan masyarat
umum.
Tahapan
Penulisan
Tahap penulisan karya ilmiah
ini berawal dari pengumpulan pustaka yang kemudian dirangkai sedemikian rupa
secara sistematis, selanjutnya dilakukan juga konsultasi dengan dosen
pendamping. Dosen pembimbing merupakan salah satu pendukung kesuksesan
suatu kegiatan, utamanya kegiatan penulisan karya tulis ilmiah. Melalui dosen
pembimbing didapatkan gambaran tentang bagaimana seharusnya melangkah untuk
mewujudkan apa yang menjadi tujuan. Jadi peran pembimbing disini adalah untuk
mendapatkan alternatif penyelesaian permasalahan yang dihadapi dan memberikan
panduan sehingga penulisan karya tulis ini berjalan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.
Penarikan
Kesimpulan
Setelah menganalisis sumber yang ada
maka selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengertian Anemia Gizi Bezi
Anemia
gizi besi adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan cadangan besi dalam
hati, sehingga jumlah hemoglobin darah menurun dibawah normal. Sebelum terjadi
anemia gizi besi, diawali lebih dulu dengan keadaan kurang gizi besi (KGB).
Apabila cadangan besi dalam hati menurun tetapi belum parah, dan jumlah
hemoglobin masih normal, maka seseorang dikatakan mengalami kurang gizi besi
saja (tidak disertai anemia gizi besi). Keadaan kurang gizi besi yang berlanjut
dan semakin parah akan mengakibatkan anemia gizi besi, dimana tubuh tidak lagi
mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam
sel-sel darah yang baru (Groff, 2003).
Anemia didefinisikan sebagai suatu
keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nili normal
untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan
jenis kelamin (Wahyuni, 2004).
Kebutuhan
Zat Besi Individu
Sumber
utama Fe adalah bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sayuran berwarna
hijau tua. Kesulitan utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat
penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama sumber Fe nabati yang hanya diserap
1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan Fe makanan asal hewani dapat mencapai
10-20%. Ini berarti bahwa Fe pangan asal hewani (heme) lebih mudah diserap
daripada Fe pangan asal nabati (Murray dkk. 2006).
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau
jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau
sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis
dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan
(rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan
tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Muchtady, 1992). Konsumsi pangan merupakan factor utama untuk
memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi
tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan
(Murray dkk, 2006).
Menurut
Winarno (2004) kebutuhan besi per orang per hari untuk bayi (0-11 bulan) adalah
0.5-7 mg, anak usia 1-9 tahun adalah 8-10 mg, pria 10-12 tahun adalah 13 mg,
pria usia 13-15 tahun adalah 19 mg, pria usia 16-18 tahun adalah 15 mg, pria
usia 19-65 tahun keatas adalah 13 mg, wanita usia 10-12 tahun adalah 20 mg,
wanita usia 13-49 tahun adalah 26 mg, wanita usia 50-65 tahun keatas adalah 12
mg, untuk wanita hamil ditambah 9-13 mg dari kebutuhan normal, sedangkan untuk
wanita menyusui ditambah 6 mg dari kebutuhan normal.
Menurut Winarno (2004), jumlah besi yang
diluarkan tubuh sekitar 1.0 mg per hari, dan untuk wanita masih ditambah 0.5 mg
hilang karena menstruasi. Adapun jumlah besi yang diserap hanya sekitar 10%.
Perbaikan dalam gizi dan kesehatan tenaga kerja akan meningkatkan efisiensi
kerja melalui peningkatan kemampuan individunya. Pengaruh program kesehatan
serta gizi terhadap penduduk usia muda akan terlihat pada peningkatan GNP di
masa depan. Peningkatan GNP terjadi karena adanya pertumbuhan ekonomi, yaitu
dengan dengan bertambahnya tingkat partisipasi angkatan kerja dan secara tidak
langsung melalui tingkat partisipasi dalam dunia pendidikan (Pindyck, 2007).
Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan
gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%)
orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai
asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup
50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu
disebut dengan kebutuhan gizi (Almatsier, 2010).
Penyebab
Anemia Gizi Besi
Menurut
Komite Nasional PBB Bidang Pangan dan Pertanian (1992), anemia gizi besi dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan faktor penyebab
tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak
cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga
keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi)
dalam tubuh akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini
dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada
setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di dalam tubuh, zat
besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein
yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di
dalam sel-sel otot (Wahyuni,2004).
Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh sel tubuh, sedangkan mioglobin mengangkut dan
menyimpan oksigen untuk sel-sel otot. Besi yang ada di dalam tubuh berasal dari
tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah
(hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang
diserap dari saluran pencernaan (Robert, 1988).
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari
ibu yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai
berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas (Direktorat
Gizi, 2010).
Penyebab anemia gizi
pada bayi dan anak (Groff, 2003):
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a. Berat lahir rendah, lahir kurang
bulan, lahir kembar
b. Ibu waktu mengandung menderita anemia
kekurangan zat besi yang berat
c. Pada masa fetus kehilangan darah pada
saat atau sebelum persalinan seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan
retroplasesta
2. Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1. Diare menahun
2. Sindrom malabsorbsi
3. Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat
untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan dan pada saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1.
Perdarahan
yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum, divertkel
Meckel.
2.
Infestasi
parasit, misalnya cacing tambang.
Kandungan Gizi Buah Sukun
Buah sukun (Artocarpus communis)
merupakan komoditas sumber karbohidrat potensial, yang mempunyai berbagai nama
daerah, yaitu sakon (Aceh), suku (Nias), amu (Gorontalo), suu uek (Rote), sukun
(Jawa, Sunda, Bali), sunne (Seram) kuu (Sulawesi Utara), kundo (Alor), karata
(Bima), kalara (Sawu), Bakara (Sulawesi Selatan) (Dasi dan Winamo 1992 dalam
Mariska, dkk 2004; Ditjend PPHP 2003). Terdapat dua jenis sukun, yaitu
sukun tanpa biji dan sukun dengan biji (Rincón, et.al., 2005). Di
Indonesia, jenis pertama lebih populer dengan sebutan sukun yang diolah
menjadi berbagai produk makanan, sedangkan sukun dengan biji lebih dikenal
dengan sebutan kluwih dan biasanya dimanfatkan sebagai sayur (Litbang.riskesda).
Sukun dapat dijadikan sebagai pangan
alternatif karena keberadaannya tidak seiring dengan pangan konvensional
(beras), artinya keberadaan pangan ini dapat menutupi kekosongan produksi
pangan konvensional. Sukun dapat dipakai sebagai pangan alternatif pada
bulan-bulan Januari, Pebruari dan September, dimana pada bulan-bulan tersebut
terjadi paceklik padi. Musim panen sukun dua kali setahun. Panen raya bulan
Januari - Februari dan panen susulan pada bulan Juli - Agustus. Di
Indonesia, daerah penyebaran hampir merata di seluruh daerah, terutama Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Mengingat penyebaran sukun terdapat di sebagian besar
kepulauan Indonesia, serta jarang terserang hama dan penyakit yang
membahayakan, maka hal ini memungkinkan sukun untuk dikembangkan. Sukun
mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun
mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor
35,5%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%.
Bagian yang bisa dimakan (daging buah) dari buah yang masih hijau sebesar 70
persen, sedangkan dari buah matang adalah sebesar 78 persen. Buah sukun yang
telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A dan B komplek tetapi miskin
akan vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P buah sukun lebih baik daripada
kentang dan kira-kira sama dengan yang ada dalam ubi jalar (Astawan, 2009).
Sukun
dalam bentuk segar maupun tepung mempunyai nilai gizi utama yang tidak kalah
dengan bahan pangan lain. Selain itu, buah sukun juga kaya akan unsur-unsur
mineral dan vitamin yang sangat tubuh, yaitu kalsium (Ca), Fosfor (P),
Zat besi (Fe), vitamin B1, B2 dan vitamin C. Buah sukun juga mengandung asam
amino esensial yang tidak diproduksi oleh tubuh manusia, seperti histidine,
isoleusin, lysine, methionin, triptophan, dan valin. Jika dibandingkan dengan
pangan sumber karbohidrat lainnya, dalam beberapa hal, sukun memiliki
keunggulan, yaitu: kandungan protein sukun segar lebih tinggi daripada ubi
kayu, begitu pula kandungan karbohidratnya, lebih tinggi dari ubi jalar atau
kentang, dan dalam bentuk tepung, nilai gizinya kurang lebih setara dengan beras
(Tempo).
Tanaman sukun yang diambil buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan pokok, dimana sukun merupakan tanaman asli Indonesia yang penyebaran
tanaman sukun dapat cocok ditanam di daerah tropis, dapat tumbuh di daerah
pesisir pantai serta banyaknya daerah-daerah yang ditanami sukun sehingga
menunjuk-kan bahwa bahan pangan alternatif ini sudah cukup lama dikenal
masyarakat Indonesia, sangat disayangkan bahwa kepopuleran sukun kalah dengan
kentang sebagai makanan cepat saji dimata anak-anak pada umumnya. Padahal
manfaat sukun sebagai bahan pangan alternatif telah dikenal sejak lama di
Indonesia dan pada zaman penjajahan Belanda sukun lebih populer sebagai pangan
alternatif disamping sebagai makanan sampingan (cemilan).
Komposisi Kimia Buah Sukun
Buah sukun mengandung karbohidrat,
mineral dan vitamin cukup tinggi. Setiap 100gram buah sukun
mengandung karbohidrat 27,12 gram, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg,
kalium 490 mg dan nilai energi 108 kalori. Dibandingkan dengan beras,
buah sukun mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya
rendah, sehingga dapat digunakan untuk makanan diet rendah kalori
(Depertemen Pertanian, 2009).
Pemanfaatkan sukun sebagai bahan pangan
semakin penting, sejak pemerintah mulai melancarkan program diversifikasi
pangan. Sukun mengandung karbohidrat dan gizi yang baik seperti halnya ubi,
uwi, kentang, sembili, gadung, dan lain-lain. Dengan demikian, sukun mempunyai
prospek yang cerah sebagai komoditas agroindustri di waktu mendatang.
Tabel 1.
Komposisi kimia buah sukun per 100 gram bahan.
Zat
gizi per 100 gram**
|
Buah
sukun Muda
|
Buah
Sukun tua
|
Tepung
Sukun Tua
|
Energi
( kalori )
|
119
|
126
|
302,4
|
Air
( g )
|
69,4
|
67,8
|
15
|
Protein
( g )
|
1,4
|
1,6
|
3,6
|
Lemak
( g )
|
0,2
|
0,2
|
0,8
|
Karbohidrat
( g )
|
28,1
|
24,5
|
78,9
|
Serat
( g )
|
1,4
|
1,5
|
-
|
Abu
( g )
|
1
|
1
|
2
|
Kalsium
( mg )
|
24
|
37
|
58,8
|
Fosfor
( mg )
|
44
|
47
|
165,2
|
Besi
( mg )
|
1.4
|
1,6
|
1,1
|
Vitamin
B1 ( mg )
|
0,12
|
0,12
|
0,34
|
Vitamin
B2 ( mg )
|
0,06
|
0,06
|
0,17
|
Vitamin
C ( mg )
|
21
|
17
|
47,6
|
Sumber:DKBM PERSAGI, 2009
Berdasarkan tabel tersebut,
ternyata kandungan zat besi pada sukun begitu beragam. hal ini menunjukkan
bahwa buah sukun berpeluang dalam pemenuhan kebutuhan zat besi harian kita,
sekaligus dapat dijadikan solusi alternative dalam mengatasi kejadian anemia gizi
besi, terutaa pada ibu hamil.
Dosis dan Rute Buah Sukun dalam Memenuhi Kebutuhan Fe Manusia
Kandungan Fe atau zat besi yang terdapat pada buah
sukun cukup tinggi bila dibanding dengan buah lainnya, yaitu sekitar 1,4-1,6 mg
dalam 100 gram buah sukun. Sementara itu kebutuhan manusia akan zat besi
terutama dari pangan nabati hanya 1-2% yang bisa diserap. Artinya kebutuhan
tubuh akan zat besi dari pangan nabati bisa tercukupi dengan mengkonsumsi 100
gram buah sukun dalam sehari.
Pada umumnya Fe tahan terhadap
pemasanan, jadi ketika sukun dipanaskan pada suhu tertentu yakni sekitar 100o
C maka tidak akan menghilangkan kandungan Fe yang ada di dalamnya, bahkan
setelah dipanaskan kandungan vitamin A pada buah sukun akan meningkat.
Pengaruh Buah Sukun Terhadap Masalah
Anemia Gizi Besi
Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau
jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau
sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis
dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan
(rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan
psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan
tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan
masyarakat (Winarno, 2004). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk
memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi
tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan
(Murray dkk, 2006).
Konsumsi, jumlah dan jenis pangan
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harper et al. (2006),
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah
produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Astawan, 2009), lebih
banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas
pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat
dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi
dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsure kualitas
dan kuantitas harus dapat terpenuhi.
Setelah meneliti lebih dalam mengenai
buah sukun dan kandungan gizi yang ada di dalamnya ternyata didapatkan hasil
bahwa dalam 100 gram buah sukun muda terdapat sekitar 1,4 mg besi atau Fe dan
pada sukun tua terdapat 1,6 mg besi. Hal tersebut menunjukkan bahwa buah sukun
dapat dijadikan sebagai suatu solusi untuk mencukupi kebutuhan mineral mikro
manusia dari makanan.
Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh
akan memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat
besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup,
baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Salah satunya adalah terdapat pada
buah sukun. Di dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang
merupakan bagian dari protein yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah
merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel otot.
BAB
V
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka kami menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Buah
sukun sesungguhnya memiliki begitu banyak kandungan gizi yang bermanfaat,
diantaranya adalah kandungan zat besi atau Fe yang dapat memenuhi kebutuhan zat
besi tubuh dari pangan nabati.
2. Jumlah
sukun yang dapat dikonsumsi tiap harinya untuk memenuhi kebutuhan mineral mikro
(zat besi) tubuh per harinya sekitar 100 gram. Dalam hal ini kita dapat
mengoprasionalkannya dengan mengonsumsi dua potong sukun rebus ukuran sedang.
3. Masalah
anemia gizi di Indonesia salah satunya dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah
sukun sesuai kebutuhan tubuh, sebab selain kandungan zat gizi aktifnya yang
tinggi juga mudah dijangkau oleh segala kalangan dan ekonomis.
SARAN
Berikut saran-saran yang ingin penulis
sampaikan terkait pencegahan masalah gizi yang dialami oleh masyarakat
Indonesia:
1. Pemenuhan
zat-zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
2. Agar
masyarakat senantiasa memanfaatkan pangan lokal yang ada disekeliling kita
selain sebagai bahan pangan juga sebagai pemenuhan kebutuhan zat gizi.
3.
Supaya kedepannya masyarakat lebih peka dan
peduli terhadap masalah kesehatan khususnya masalah anemia gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Graha Pustaka Utama.
Astawan Made.
2009. A-Z Ensiklopedi Gizi Pangan. Dian Rakyat. Jakarta.
C.Linder, Maria,
2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Depkes
RI (1996) Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan masyarakat, Pedoman
Operasional Penangguklangan Anemia Gizi di Indonesia, Jakarta.
Departemen
Pertanian. 2009. Sukun: Bisakah Menjadi
Bahan Baku Produk Pangan, Warta Pengembangan Pertanian, 31(1):1-3.
Direktorat gizi masyarakat. 2003. Survailans
Gizi. Depertemen Kesehatan RI.
Groff, James L. 2003. Advance
Nutrition And Human Metabolism Third Edition. Hal 415-417.
Mahmud, Mien K,
dkk. 2009. Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. PT Alex Media Komputindo. Jakarta. hlm. 28.
Mass, Linda T.2003. Masalah Gizi
Dalam Kaitannya Dengan Ketahanan Fisik Dan Produktivitas Kerja. Jakarta.
-------------------------, Metabolisme Zat Gizi, Jakarta.
Michael. dkk. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku.
Muchtadi,
R. Tien. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Murray,
Robert,K., Grannel,D., Rodwell, Victor, W. 2006. Biokimia Harper (Harper’s
Illustrated Biochemistry) Edisi 27. Jakarta: EGC.
Pindyck, Robert
S. 2007.
Ekonomi Gizi (Mikroekonomi). Jakarta: PT. Index. 172
Robert
E. Olson, dkk (1988), Mineral,
pengetahuan Gizi Mutakhir. Jakarta:
PT Gramedia.
Wahyuni,
S. Arlinda. 2004. Anemia Defisien pada
Balita. Sumatra: USU Digital Library.
Winarno,
F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Graha Pustaka Utama.
www.litbang.riskesda.go.id
www.tempo.com
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Rudianto
Tempat,
tanggal lahir : Ukke’e, 29 Desember 1992
Nim :
K21110308
Jurusan
/ fakultas :
Ilmu Gizi/ Kesehatan Masyarakat
Perguruan
tinggi : Universitas
Hasanuddin
Prestasi
Kepenulisan : PKM-K BAPAGI 2011
Juara 1 lomba opini tingkat SMA 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar