BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi
kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sedang yang
dimaksudkan dengan zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan yang
diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini
dikenal berbagai macam zat gizi yang digolongkan menjadi dua yaitu zat gizi
makro (zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, lemak dan protein) serta zat
gzizi mikro seperti vitamin dan mineral (Soekirman 2000)
Vitamin A dikenal sebagai vitamin penglihatan karena
kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal dengan
buta senja atau xeropthalmia yang dikenal dengan “mata kering” yang dapat
berlanjut pada kebutaan. Sejak awal tahun 1980-an diketahui bahwa angka
kematian meningkat pada anak balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum ada
tanda-tanda xeropthalmia, KVA termasuk kedalam empat masalah gizi utama. Penelitian yang
dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta
balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya
menderita kurang vitamin A. Sedangkan data WHO tahun
1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat
pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NSS), Departemen Kesehatan, tahun 2001 menunjukkan sekitar 50 persen anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Oleh karena itu sangat penting untuk mngetahui masalah kKurang vitamin A (KVA).
Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NSS), Departemen Kesehatan, tahun 2001 menunjukkan sekitar 50 persen anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Oleh karena itu sangat penting untuk mngetahui masalah kKurang vitamin A (KVA).
Kekurangan
vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi kurang yang sering dihadapi
oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.Kriteria WHO menyebutkan jikaprevalensi xeropthalmia
kurang atau sama dengan 0,5% (X1B ≤ 0,5%) makaKVA bukan merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut masalah KVA tingkat
nasional bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, namun
prevalensi KVA sub klinis (retinol serum ≤20 μg/dl) pada balita masih tinggi
yaitu sebesar 50%. Selain itu pada beberapa propinsi di Indonesia telah
ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi pada anak penderita gizi buruk,
sehingga KVA merupakan masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini(Siswono, 2004).
KVA subklinis yang ditandai dengan
rendahnya kadar vitamin A dalam darah masih merupakan masalah besar yang perlu
mendapat perhatian. Hasil kajian beberapa studi menyatakan bahwa vitamin A
merupakan zat gizi yang sangat esensial bagi manusia, karena zat gizi ini
sangat penting dan konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih
rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita KVA akan
meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti
diare, radang paru-paru, pneumonia dan akhirnya kematian.
Vitamin A atau sering disebut retinol adalah vitamin larut
lemak dan bergantung pada solubilisasi misel untuk dispersi ke dalam usus
kecil. Kekurangan zat gizi seng juga dapat mengganggu penyerapan, transportasi,
dan metabolisme vitamin A karena seng sangat penting untuk sintesis vitamin A
dan protein transpor oksidasi retinol ke retina. Vitamin
A berfungsi antara lain menjaga kelembaban dan kejernihan selaput lendir,
memungkinkan mata dapat melihat dengan baik dalam keadaan kurang cahaya (sore
atau senja hari), serta pada ibu menyusui akan meningkatkan mutu vitamin A
dalam ASI, sehingga bayi akan mendapatkan vitamin A yang cukup dari ASI.
Kekurangan vitamin A adalah keprihatinan yang signifikan.
Sesuai dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan
beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa
strategi ini termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi menyusui, asupan
makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen.
II.
Rumusan
Masalah
Adapun rumasan masalah
untuk makalah ini adalah :
1. Apa
yang di maksud Kekurangan Vitamin A?
2. Bagaimana
mekanisme sehingga orang Kekurangan Vitamin A?
3. Bagaimana
pendekatan dalam Kekurangan Vitamin A?
4. Bagaimana
program pemerintah untuk menanggulangi Kekurangan Vitamin A?
5. Siapa
saja yang terkena Kekurangan Vitamin A?
III. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui yang di maksud dengan
Kekurangan Vitamin A.
2. Untuk
mengetahui mekanisme sehingga orang Kekurangan Vitamin A.
3. Untuk
mengetahui pendekatan dalam Kekurangan Vitamin A.
4. Untuk
mengetahui program pemerintah untuk menanggulangi anemia Kekurangan Vitamin A.
5. Untuk
mengetahui siapa saja yang terkena Kekurangan Vitamin A.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kekurangan Vitamin A
Vitamin
A (retinol) terutama terdapat pada minyak ikan, hati, kuning telur,
mentega dan krim. Sayuran berdaun hijau
dan sayuran berwarna kuning mengandung karoten (misalnya beta-karotin),
yang secara perlahan akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin A.
Sebagian besar vitamin A disimpan di hati. Salah satu bentuk dari vitamin A (retinal) merupakan komponen dari fotoreseptor (sel-sel saraf yang peka terhadap cahaya) dalam retina mata. Bentuk lain dari vitamin A (asam retinoat) berperan dalam menjaga kesehatan kulit, lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih.
Sebagian besar vitamin A disimpan di hati. Salah satu bentuk dari vitamin A (retinal) merupakan komponen dari fotoreseptor (sel-sel saraf yang peka terhadap cahaya) dalam retina mata. Bentuk lain dari vitamin A (asam retinoat) berperan dalam menjaga kesehatan kulit, lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih.
Kekurangan
vitamin A banyak ditemukan di beberapa daerah seperti Asia Tenggara, dimana
padi yang digiling menjadi beras (yang mengandung sedikit vitamin A) merupakan
makanan pokok. Beberapa penyakit yang
mempengaruhi kemampuan usus dalam menyerap lemak dan vitamin yang larut dalam
lemak, meningkatkan resiko terjadinya kekurangan vitamin A. Penyakit tersebut adalah:
- Penyakit Seliak
- Fibrosa kistik
- Penyumbatan saluran empedu.
Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek yang sama.
Gejala pertama dari kekurangan vitamin A biasanya adalah rabun senja.
Kemudian akan timbul pengendapan berbusa (bintik Bitot) dalam bagian putih mata (sklera) dan kornea bisa mengeras dan membentuk jaringan parut (xeroftalmia), yang bisa menyebabkan kebutaan yang menetap. Malnutrisi pada masa kanak-kanan (marasmus dan kwashiorkor), sering disertai dengan xeroftalmia; bukan karena kurangnya vitamin A dalam makanan, tetapi juga karena kekurangan kalori dan protein menghambat pengangkutan vitamin A.
Kulit
dan lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih bisa mengeras. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan
peradangan kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi.
Beberapa penderita mengalami anemia.
Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai
kurang dari 15 mikrogram/100 mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100 mL). Kekurangan vitamin A diobati dengan pemberian
vitamin A tambahan sebanyak 20 kali dosis harian yang dianjurkan selama 3 hari.
Lalu diikuti dengan pemberian sebanyak 3 kali dosis harian yang dianjurkan
selama 1 bulan. Setelah itu diharapkan
semua gejala sudah hilang. Penderita
yang gejala-gejalanya tidak hilang dalam 2 bulan setelah pengobatan, harus
segera dievaluasi untuk mengetahui kemungkinan adanya malnutrisi.
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang
merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel,
saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna (Arisman 2002). Penyakit
Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang
sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun.
Sampai akhir
tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
Mahdalia (2003) menyatakan bahwa tanda-tanda khas pada
mata karena kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja (XN) dimana
penglihatan penderita akan menurun pada senja hari bahkan tidak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya. Pada tahap ini penglihatan akan membaik dalam
waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila dibiarkan
dapat berkembang menjadi xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lendir atau bagian
putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan berubah warna menjadi kecoklatan
dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis konjungtiva akan membaik
dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu
dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak ditangani akan tampak
bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B)
terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak
kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva atau bagian putih mata, serta
konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut. Bila tidak
segera diberi vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat.
Tetapi dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar dan
dengan pengobatan yang benar bercak bitot akan membaik dalam 2-3 hari dan
kelainan pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.
Tahap selanjutnya bila tidak ditangani akan terjadi
xerosis kornea (X2) dimana kekeringan akan berlanjut sampai kornea atau bagian
hitam mata. Kornea tampak suram dan kering dan permukaannya tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk dan mengalami gizi buruk, menderita penyakit
campak, ISPA, diare. Pemberian kapsul vitamin A dan pengobatan akan menyebabkan
keadaan kornea membaik setelah 2-5 hari dan kelainan mata sembuh setelah 2-3
minggu. Bila tahap ini berlanjut terus dan tidak segera diobati akan terjadi
keratomalasia (X3A) atau kornea melunak seperti bubur dan ulserasi kornea (X3B)
atau perlukaan. Selain itu keadaan umum penderita sangat buruk. Pada tahap ini
kornea dapat pecah. Kebutaan yang terjadi bila sudah mencapai tahap ini tidak
bisa disembuhkan. Selanjutnya akan terjadi jaringan parut pada kornea yang disebut
xeropthalmia scars (XS) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau
bola mata tampak mengempis. Berikut ini merupakan klasifikasi xeropthalmia
berdasarkan keparahan kelainan mata :
XN : Buta senja
(night blindeness)
XIA : Xerosis
konjugtiva
XIB : Bercak bitot (bitot spot)
X2 : Xerosis
kornea
X3A : Ulkus
kornea atau keratomalasia (<1/3>
X3B : Ulkus
kornea atau keratomalasia (= atau > 1/3 permukaan kornea)
XS : Bekas luka
kornea
XF : Pengerasan
dasar bola mata (fundus xeropthalmia
2.
Mekanisme
Terjadinya Kekurangan Vitamin A
Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh
dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta
setiap tahun untuk karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia
Tenggara dan Afrika. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekurangan
vitamin A berada di bawah kontrol di Amerika Serikat, tetapi di negara-negara
berkembang kekurangan vitamin A adalah keprihatinan yang signifikan. Dengan
tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa
inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa
strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan
makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan
mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara
karena kekurangan vitamin A telah dihindari.
Kekurangan vitamin A dapat terjadi baik sebagai defisiensi primer atau
sekunder. Vitamin A Kekurangan utama terjadi di antara anak-anak dan orang
dewasa yang tidak mengkonsumsi asupan sayuran kuning dan hijau, buah-buahan dan
hati. Awal menyapih juga dapat meningkatkan risiko kekurangan vitamin A.
Sekunder defisiensi vitamin A berhubungan dengan malabsorbsi kronis lipid, produksi
dan pelepasan empedu terganggu, diet rendah lemak, dan paparan kronis oksidan,
seperti asap rokok. Vitamin A adalah vitamin larut lemak dan bergantung pada
solubilisasi misel untuk dispersi ke dalam usus kecil, yang menghasilkan
pemanfaatan miskin vitamin A dari diet rendah lemak. Kekurangan zinc juga dapat
mengganggu penyerapan, transportasi, dan metabolisme vitamin A karena sangat
penting untuk sintesis vitamin A dan protein transpor oksidasi retinol ke
retina. Dalam populasi kurang gizi, asupan rendah umum vitamin A dan seng
meningkatkan resiko kekurangan vitamin A dan menyebabkan beberapa peristiwa
fisiologis.
Karena fungsi yang unik dari kelompok retinil adalah penyerapan cahaya
dalam protein retinylidene, salah satu manifestasi awal dan spesifik defisiensi
vitamin A adalah gangguan penglihatan, terutama di cahaya berkurang - kebutaan
malam. Kekurangan Persistent menimbulkan serangkaian perubahan, yang paling
buruk dari yang terjadi di mata. Beberapa perubahan okular lainnya disebut
sebagai xerophthalmia. Pertama ada kekeringan pada konjungtiva (xerosis)
sebagai lacrimalis normal dan mensekresi lendir epitel digantikan oleh epitel
keratin. Ini diikuti dengan build-up dari puing-puing keratin dalam plak buram
kecil (bintik-bintik Bitot) dan, akhirnya, erosi permukaan kornea kasar dengan
pelunakan dan perusakan kornea (keratomalacia) dan kebutaan total. Perubahan
lain termasuk gangguan imunitas, hypokeratosis (benjolan putih pada folikel
rambut), keratosis pilaris dan metaplasia epitel skuamosa yang melapisi saluran
pernapasan atas dan kandung kemih ke epitel keratin. Dengan hubungan ke
kedokteran gigi, kekurangan vitamin A menyebabkan enamel hipoplasia.
Pasokan yang cukup dari Vitamin A sangat penting bagi wanita hamil dan
menyusui, karena kekurangan tidak dapat dikompensasi oleh suplemen setelah
melahirkan. Namun, kelebihan vitamin A, khususnya melalui suplemen vitamin,
dapat menyebabkan cacat lahir dan tidak boleh melebihi nilai harian yang
direkomendasikan.
Etiologi
Penentuan kekurangan
vitamin A memiliki beberapa parameter secara klinis yaitu buta senja, bitots
spot, sirosis kornea, dan keratomalasi. Penentuan KVA yang hanya didasarkan
pemeriksaan klinis memiliki kelemahan
sebab tidak dapat dideteksi adanya KVA marginal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
kimiawi. Penentuan kadar vitamin A serum juga masih ada kelemahannya sebab
belum dapat diketahui status vitamin A dalam tubuh karena kadar vitamin A serum
dipengaruhi oleh simpanan vitamin A dalam hati.
Pada kadar vitamin A
serum (retinol) 20-30 µg/dl dapat dikatakan bahwa simpanan vitamin A masih
cukup, bila kadarnya dalam serum dibawah 10 µg/dl, simpanan vitamin A dalam
hati sudah sangat rendah an biasanya tanda-tanda klinis sudah mulai muncul.
Untuk menghindari kesalahan penentuan status vitamin A tubuh karena adanya
kemampuan kompensasi dari cadangan dihati maka diperlukan suatu metode disebut Relative Dose Response (RDR) dan akan
lebih baik lagi bila penentuan kadar vitamin A serum disertai dengan penentuan
kadar Retinol Binding Protein (RBP) sehingga
status vitamin A dan status protein tubuh dapat diketahui. Pada anak
normal kadar RBP plasma 20-30 µg/dl dan
dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA kadar tersebut dapat turun sampai 50%.
Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan
melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan sangat rendahnya
konsumsi vitamin A (WHO 1976). KVA
tingkat subklinis yaitu tingkat KVA yang belum menampakkan gejala nyata, masih
menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita (Depkes 2003). KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui
denganmemeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium.
Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer
akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan
penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan
pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A terjadi terutama karena
kurangnya asupan vitamin A yang diperoleh dari makanan sehari-hari.Pada anak
yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi
selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan
dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.Kekurangan
vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP),
penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena
kekurangan asam empedu (Almatsier 2006).
Malabsorpsi adalah kegagalan usus halus untuk menyerap
makanan tertentu. Ketidakmampuan menyerap tersebut dapat hanya mengenai satu
jenis asam amino, lemak, gula, atau vitamin, atau dapat mengenai semua asam
amino, lemak, gula, atau semua vitamin yang larut lemak. Malabsorpsi terhadap
segala sesuatu yang diserap di satu segmen usus halus juga terjadi (Corwin 2001).
Gambaran klinis malabsorpsi akan secara spesifik beraitan
dengan apa yang tidak dapat diabsorpsi dan ada tidaknya bagian usus yang lain
yang dapat mengkompensasi malfungsi usus halus tersebut. Defisiensi garam
empedu menyebabkan malabsorpsi vitamin larut lemak yang menimbulkan defisiensi
vitamin A, D, E dan K (Corwin 2001).
Tanda
dan Gejala Kekurangan Vitamin A
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan
vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum
vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik
bagi mata. Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan
pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A
dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah,
kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi
tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial
yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin
A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena
penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Pada anak-anak, kekurangan vitamin A
berakibat lebih parah dibandingkan dewasa. Pertumbuhan badan terganggu dan
kekebalan terhadap penyakit infeksi
berkurang. Sering ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi
seiring peningkatan angka kesakitan
khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan
konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal
dengan Kekurangan Vitamin A (KVA). Pada dewasa normal, simpanan vitamin A dalam
hati bisa memenuhi kebutuhan selama ± 24 bulan.Pada anak-anak yang mengalami
tumbuh kembang, jika konsumsi makanan yang mengandung vitamin A tidak memenuhi
angka kecukupan gizi yang dianjurkan, maka xeropthalmia kelihatan dalam
beberapa minggu.
Kelainan
kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas
bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan
ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam
lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang EnergiProtein (KEP)
tingkat berat atau gizi buruk.Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila
tubuh mengalami KVA yang
telahberlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak
menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Adapun gejala kekurangan vitamin A
meliputi gejala xeropthalmia (mata kering), suatu kelainan pada selaput lendir
(konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Keadaan kekurangan
vitamin A yang mengenai mata ini bila dibiarkan tanpa penanganan yang serius
dapat berakibat kebutaan yang permanen. Tanda – tanda
buta senja adalahbila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut pada waktu sore
menjelang malam sering membentur/menabrak-nabrak benda didepannya karena tidak
dapat melihat.Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit mendeteksi buta
senja.Tanda-tanda xerosis konjungtiva adalah selaput lendir bola mata tampak
kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam. Tanda-tanda xerosis konjungtiva (X1A) adalah adanya bercak bitot yaitu
bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi
luar.Tanda-tanda
xerosis kornea adalah kekeringan pada konjungtiva yang berlanjut sampai
kornea.Tanda-tanda keratomalasia adalah kornea melunak seperti bubur dan dapat
terjadi ulkus.
Patofisiologi dan Pengaruh terhadap
Sistem Organ
Vitamin
A berfungsi sebagai kekebalan tubuh pada manusia, bentuk vitamin A yaitu
retinol dapat berpengaruh dalam pembentukan limfosit B (leukosit yang berperan
dalam kekebalan humoral).Kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibodi
yang bergantung pada sel T (limfosit yang berperan pada kekebalan selular).Pada anak
balita kekurangan vitamin Aakan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah
terkena penyakit infeksi seperti diare, penyakit infeksi saluran pernapasan
(radang paru-paru dan pneumonia). Fungsi kekebalan tubuh menurun pada
kekurangan vitamin A, sehingga mudah terserang infeksi.Lapisan sel yang
menutupi trakea dan paru-paru mengalami kreatinisasi, tidak mengeluarkan lendir,
sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau virus dan menyebabkan
infeksi saluran pernapasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus akan
menyebabkan diare. Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat
menimbulkan infeksi pada ginjal dan kantung kemih serta vagina.Perubahan ini
dapat pula meningkatkan endapan kalsium yang dapat menyebabkan batu ginjal dan
gangguan kantung kemih.Kekurangan vitamin A pada anak-anak juga dapat
menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat menyebabkan kematian (Almatsier
2006).
Negara berkembang seperti Indonesia, sering
terjadikekurangan vitamin A dan kekurangan yodium secara bersamaan. Vitamin A juga berfungsi padaberbagai proses tubuh antara lain pada
pembuatan hormon tiroid.Kekurangan vitamin A mengakibatkan rendahnya kadar
hormon tiroid aktifyang dihasilkan. Kekurangan vitamin A tingkat sedang pada
anak-anak akanmeningkatkan risiko terjadinya kekurangan yodium. Kekurangan
vitamin Adapat memperburuk efek kekurangan yodium. Yodium
merupakan salah satu unsur non metal yang diperlukan oleh tubuh untuk
mensintesa hormon tiroid.Yodium berperan dalam perubahan karotin menjadi bentuk
aktif vitamin A, sintesis protein dan absorbsi karbohidrat dari saluran
pencernaan.Kekurangan vitamin
Aakan meningkatkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
dan menurunkanasupan yodium ke
dalam tiroid dan mengganggu sintesis tiroglobulin sertameningkatkan ukuran
tiroid. Kadar retinol serum berkorelasi secara negatifdengan kadar TSH. Status
vitamin A mempengaruhi umpan balik T4 darisekresi TSH.TSH
dapat meningkatkan pertumbuhan sel tiroid yang menyebabkan pertumbuhan gondok.Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang
dikeluarkan oleh hipotalamus yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari untuk
mengatur sekresi tiroid.
Kekurangan vitamin A selain menyebabkan penyakit infeski,
penyakit saluran pernapasan, penyakit gondok juga dapat menyebabkan penyakit
infeksi lainnya sebagai berikut :
1. Buta Senja (XN)
Penyakit
ini terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.Pada keadaan ringan sel
batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada
di cahaya terang.Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak
dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.
Konsumsi vitamin A yang tidak cukup menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis,
sehingga kadar vitamin A darah yang menurun yang berakibat vitamin A tidak
cukup diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan rodopsin.
Kemampuan melihat dalam kedaan samar-samar dihubungkan dengan ujung-ujung saraf
(road dan cone) yang terdapat dalam retina.Cone terutama bereperan dalam cahaya siang dan membedakan warna
sedangkan road mengontrol penglihatan
pada malam hari (Almatsier 2006).
2. Xerosis
Konjungtiva (X1A)
Penyakit
ini merupakan pengeringan selaput permukaan kelopak mata dan bola mata (Depkes
2003).
3. Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel
yang merupakan tanda khas pada penderita
xerophtalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang
vitamin A dalam masyarakat.Pada keadaan berat tampak kekeringan meliputi
seluruh permukaan konjungtiva, konjungtiva tampak menebal berlipat-lipat dan
berkerut
(Depkes 2003).
4. Xerosis Kornea
(X2)
Pada
penyakit ini kornea akan tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita penyakit infeksi dan
sistemik lain) (Depkes 2003).
5. Keratomalasia
dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B)
Keadaan
umum penderita sangat buruk. Pada tahap
ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah). Keratomalasia dan tukak
kornea dapat berakhir dengan perforasi
dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan
keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal
xerophtalmia (Depkes 2003).
Kekurangan
vitamin A pada taraf ringan seperti XN dan XIB dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein
dan perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan
gigi. Makin rendah kadarserum Vit. A
makintinggi penyakitinfeksi dan kurangenergi protein.
Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak
normal.Vitamin A berupa asam retinoat berperan dalam anak-anak yang terjadi
kegagalan dalam pertumbuhan (Almatsier 2006).
Gangguan Intake, Pencernaan dan
Penyerapan Akibat Penyakit
Metabolisme vitamin A membutuhkan molekul protein
fungsional tertentu. Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia
banyak ditemukan penderita kekurangan energi protein (KEP) tampaknya keadaan
ini berkorelasi positif dengan KVA.Pada KVA terjadi perubahan mukosa usus, sel mukosa mengalami
degradasi atau artropi sehingga fungsi digesti dan absorbsi usus
berkurang.Keadaan ini dapat mengakibatkan malabsorbsi yang dapat berakibat gizi
kurang.
Digesti karoten dan absorpsi membutuhkan adanya lemak
yang cuku dalam diet sebab karoten dan vitamin A larut dalam lemak. Sedangkan
digesti lemak memerlukan empedu dan getah pankreas. Jika ada gangguan sekresi
empedu dan getah pankreas maka digesti lemak kurang efektif akibatnya absorpsi
karoten dan vitamin A juga berkurang.
3.
Pendekatan
dan Pencegahan dalam KVA
Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan salah satu
masalah gizi utama dan penting yang banyak terjadi di negara berkembang. KVA
terjadi apabila cadangan retinol di hati <20 µg/dl (0,07 µmol/L). KVA
merupakan konsekuensi dari masalah kesehatan dan fisologis yang diakibatkan
oleh defisiensi vitamin A. Program
penanggulangan kurang Vitamin A (KVA) telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an
dan sampai saat ini masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia.Prinsip
dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A
yang cukup untuk tubuh.Selain
itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan.
Penanggulangan
masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan
dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang upaya
penurunan angka kesakitan dan angka kematian pada anak.
Dalam
upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan
antara lain meningkatkan
konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan
makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi), dan distribusi kapsul vitamin A dosis
tinggi secara berkala.
Upaya
meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses komunikasi-informasi-edukasi
(KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng. Namun disadari bahwa
penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan
fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan .Oleh sebab itu penanggulangan
KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
Kapsul
Vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam
setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul Vitamin A
merah (200.000 IU) diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan
Februari dan Agustus, serta kepada ibu nifas paling lambat 30 hari setelah
melahirkan.
Kapsul
vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pda
masyarakat apabila cakupannya tinggi (minimal 80%).Cakupan tersebut dapat
tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat
menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.Keberhasilan program pemberian
kapsul vitamin A dosis tinggi pada prinsipnya dipengaruhi oleh peran serta
masyarakat sehingga semua anak yang berumur 1-5 tahun mendapat kapsul vitamin A
dosis tinggi, setiap 6 bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus melalui
kegiatan Posyandu.
Menurut Soekirman (2000), cara pencegahan dan
penanggulangan KVA dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama pendekatan “melalui
makanan” atau food based intervention dan kedua “tidak melalui makanan”
atau non food based intervention.
Intervensi KVA berbasis makanan
Penanggulangan
vitamin A berbasis makanan adalah upaya peningkatan konsumsi vitamin A dari
makanan yang kaya akan vitamin A. Sebaliknya bila bahan makanan yang aslinya
tidak mengandung vitamin A bisa diperkaya dengan vitamin A melalui teknologi
fortifikasi. Jenis pangan yang mengandung vitamin A antara lain sayuran
berwarna hijau, kuning atau merah, buah berwarna kuning atau merah, serta
sumber makanan hewani.
Ada perbendaan bentuk antara vitamin A
yang terkandung dalam bahan makanan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani
mengandung vitamin A dalam bentuk yang mempunyai aktivitas yang disebut preformed
vitamin A. sedangkan dalam bahan makanan nabati mengandung vitamin A dalam
bentuk pro-vitamin A atau prekursor vitamin A yang terdiri dari
ikatan karoten. Sumber vitamin A preformed yang dipekatkan biasa
digunakan sebagai obat suplemen vitamin A.
Halati (2006) menyatakan bahwa angka
kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE).
Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani
yang dikonsumsi.
Sebagai
gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi
seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga
telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan
bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan buah
yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah
pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara
sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60
RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan
sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar
terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan
udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil. Untuk lebih mudah mengingat
jenis makanan apa saja yang mengandung vitamin A. Jenis lainnya adalah makanan
yang sudah difortifikasi atau ditambah zat gizinya seperti jenis mie
instan, biskuit, mentega dan susu instan.
Intervensi KVA
berbasis bukan makanan
Mencegah
dan menanggulangi KVA dengan basis bukan makanan atau non food based
intervention dilakukan dengan program suplementasi yaitu pemberian tambahan
(suplemen) vitamin A kepada anak atau ibu dalam bentuk pil atau kapsul. Program ini
merupakan program utama dan berhasil menanggulangi KVA di Indonesia dan banyak
negara lain. Untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A di Posyandu atau
Puskesmas pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan,
harus mendapat 1 kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan
mendapat kapsul vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari
setelah melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.
Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga
xerosis kornea (X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, diberikan
kapsul vitamin A pada hari pertama pengobatan sebanyak ½ (50.000 SI) kapsul
biru untuk bayi berusia kurang atau sama dengan 5 bulan, 1 kapsul biru (100.000
SI) untuk bayi berusia 6 sampai 11 bulan atau 1 kapsul merah (200.000 SI) untuk
anak 12-59 bulan. Pada hari kedua diberikan 1 kapsul vitamin A sesuai umur dan
dua minggu kemudian diberi lagi 1 kapsul vitamin A juga sesuai umur.
Departemen Kesehatan juga terus melakukan program penanggulangan
kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992
bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan.
Namun sebanyak 50,2 persen balita masih menderita kekurangan vitamin A
sub-klinis yang juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Guna
menanggulangi hal ini, Depkes melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A
bagi anak usia 6-59 bulan di Indonesia. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada
balita dan ibu nifas. Pada balita diberikan dua kali setahun, setiap bulan
Februari dan Agustus dengan dosis 100.000 IU untuk anak 6-12 bulan dan 200.000
IU untuk anak 12-59 bulan dan ibu nifas.
4.
Program
Pemerintah Untuk Menanggulangi KVA
Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A
Upaya penanggulangan masalah Kurang
Vitamin A tahun 1996/1997 masih bertumpu pada pemberian kapsul Vitamin A dosis
tinggi pada anak balita dan ibu nifas, KIE serta monitoring melalui pencatatan
dan pelaporan yang dilaksanakan di 27 propinsi.Kegiatan distribusi kapsul
vitamin A diintegrasikan kedalam kegiatan UPGK dan KIA melalui posyandu dan
puskesmas.
Untuk meningkatkan efektivitas
pelaksanaan penanggulangan KVA, sejak tahun 1992 telah dilakukan kegiatan
SOMAVITA (Sosial Marketing Vitamin A) berupa kampanye peningkatan cakupan
penggunaan kapsul Vitamin A maupun peningkatan konsumsi makanan kaya akan
Vitamin A atau sumber vitamin A alami ("Suvital"), dan pada tahun
1993/1994 dilakukan kegiatan perintisan fortifikasi Vitamin A pada makanan.
Distribusi kapsul Vitamin A pada
tahun 1996 yang dilakukan di 27 propinsi telah mencakup 71,38% (Februari 1996)
dan 77,69% (Agustus 1996) dari jumlah balita yang ada.
5.
Orang-Orang
yang Terkena KVA
Kelompok umur yang terutama mudah
mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan
kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih
berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang
dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai
usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik
mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS,
anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan
kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan
sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A
dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan
makanan sumber vitamin A.
bukannya dari depkes masalah KVA sudah dihapuskan dari Indonesia ya??
BalasHapusbukannya dihapus,msh ada,hanya ditutup-tutupi
BalasHapus