Selasa, 05 Juni 2012

MAKALAH KVA

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang

Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Sedang yang dimaksudkan dengan zat gizi adalah zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal berbagai macam zat gizi yang digolongkan menjadi dua yaitu zat gizi makro (zat gizi sumber energi seperti karbohidrat, lemak dan protein) serta zat gzizi mikro seperti vitamin dan mineral (Soekirman 2000)
Vitamin A dikenal sebagai vitamin penglihatan karena kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang dikenal dengan buta senja atau xeropthalmia yang dikenal dengan “mata kering” yang dapat berlanjut pada kebutaan. Sejak awal tahun 1980-an diketahui bahwa angka kematian meningkat pada anak balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum ada tanda-tanda xeropthalmia, KVA termasuk kedalam empat masalah gizi utama. Penelitian yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 menunjukkan dari 20 juta balita di Indonesia yang berumur enam bulan hingga lima tahun, setengahnya menderita kurang vitamin A. Sedangkan data WHO tahun 1995 menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang tingkat pemenuhan terhadap vitamin A tergolong rendah.
      Sementara studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NSS), Departemen Kesehatan, tahun 2001 menunjukkan sekitar 50 persen anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Oleh karena itu sangat penting untuk mngetahui masalah kKurang vitamin A (KVA).
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi kurang yang sering dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.Kriteria WHO menyebutkan jikaprevalensi xeropthalmia kurang atau sama dengan 0,5% (X1B ≤ 0,5%) makaKVA bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan kriteria tersebut masalah KVA tingkat nasional bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, namun prevalensi KVA sub klinis (retinol serum ≤20 μg/dl) pada balita masih tinggi yaitu sebesar 50%. Selain itu pada beberapa propinsi di Indonesia telah ditemukan kasus-kasus baru KVA yang terjadi pada anak penderita gizi buruk, sehingga KVA merupakan masalah gizi utama di Indonesia hingga saat ini(Siswono, 2004).
KVA subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam darah masih merupakan masalah besar yang perlu mendapat perhatian. Hasil kajian beberapa studi menyatakan bahwa vitamin A merupakan zat gizi yang sangat esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Pada anak balita KVA akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru, pneumonia dan akhirnya kematian.
      Vitamin A atau sering disebut retinol adalah vitamin larut lemak dan bergantung pada solubilisasi misel untuk dispersi ke dalam usus kecil. Kekurangan zat gizi seng juga dapat mengganggu penyerapan, transportasi, dan metabolisme vitamin A karena seng sangat penting untuk sintesis vitamin A dan protein transpor oksidasi retinol ke retina. Vitamin A berfungsi antara lain menjaga kelembaban dan kejernihan selaput lendir, memungkinkan mata dapat melihat dengan baik dalam keadaan kurang cahaya (sore atau senja hari), serta pada ibu menyusui akan meningkatkan mutu vitamin A dalam ASI, sehingga bayi akan mendapatkan vitamin A yang cukup dari ASI.
      Kekurangan vitamin A adalah keprihatinan yang signifikan. Sesuai dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi ini termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi menyusui, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen.

II.    Rumusan Masalah
Adapun rumasan masalah untuk makalah ini adalah :
1.      Apa yang di maksud Kekurangan Vitamin A?
2.      Bagaimana mekanisme sehingga orang Kekurangan Vitamin A?
3.      Bagaimana pendekatan dalam Kekurangan Vitamin A?
4.      Bagaimana program pemerintah untuk menanggulangi Kekurangan Vitamin A?
5.      Siapa saja yang terkena Kekurangan Vitamin A?

III. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui  yang di maksud dengan Kekurangan Vitamin A.
2.      Untuk mengetahui mekanisme sehingga orang Kekurangan Vitamin A.
3.      Untuk mengetahui pendekatan dalam Kekurangan Vitamin A.
4.      Untuk mengetahui program pemerintah untuk menanggulangi anemia Kekurangan Vitamin A.
5.      Untuk mengetahui siapa saja yang terkena Kekurangan Vitamin A.






















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Kekurangan Vitamin A
Vitamin A (retinol) terutama terdapat pada minyak ikan, hati, kuning telur, mentega dan krim.  Sayuran berdaun hijau dan sayuran berwarna kuning mengandung karoten (misalnya beta-karotin), yang secara perlahan akan diubah oleh tubuh menjadi vitamin A.
Sebagian besar vitamin A disimpan di hati.  Salah satu bentuk dari vitamin A (retinal) merupakan komponen dari fotoreseptor (sel-sel saraf yang peka terhadap cahaya) dalam retina mata.  Bentuk lain dari vitamin A (asam retinoat) berperan dalam menjaga kesehatan kulit, lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih.
Kekurangan vitamin A banyak ditemukan di beberapa daerah seperti Asia Tenggara, dimana padi yang digiling menjadi beras (yang mengandung sedikit vitamin A) merupakan makanan pokok.  Beberapa penyakit yang mempengaruhi kemampuan usus dalam menyerap lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, meningkatkan resiko terjadinya kekurangan vitamin A.  Penyakit tersebut adalah:

- Penyakit Seliak
- Fibrosa kistik
- Penyumbatan saluran empedu.

      Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek yang sama.
Gejala pertama dari kekurangan vitamin A biasanya adalah rabun senja.
Kemudian akan timbul pengendapan berbusa (bintik Bitot) dalam bagian putih mata (sklera) dan kornea bisa mengeras dan membentuk jaringan parut (xeroftalmia), yang bisa menyebabkan kebutaan yang menetap.  Malnutrisi pada masa kanak-kanan (marasmus dan kwashiorkor), sering disertai dengan xeroftalmia; bukan karena kurangnya vitamin A dalam makanan, tetapi juga karena kekurangan kalori dan protein menghambat pengangkutan vitamin A. 
Kulit dan lapisan paru-paru, usus dan saluran kemih bisa mengeras.  Kekurangan vitamin A juga menyebabkan peradangan kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita mengalami anemia.  Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah menurun sampai kurang dari 15 mikrogram/100 mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100 mL).  Kekurangan vitamin A diobati dengan pemberian vitamin A tambahan sebanyak 20 kali dosis harian yang dianjurkan selama 3 hari. Lalu diikuti dengan pemberian sebanyak 3 kali dosis harian yang dianjurkan selama 1 bulan.  Setelah itu diharapkan semua gejala sudah hilang.  Penderita yang gejala-gejalanya tidak hilang dalam 2 bulan setelah pengobatan, harus segera dievaluasi untuk mengetahui kemungkinan adanya malnutrisi.
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing dan saluran cerna (Arisman 2002). Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
Mahdalia (2003) menyatakan bahwa tanda-tanda khas pada mata karena kekurangan vitamin A dimulai dari rabun senja (XN) dimana penglihatan penderita akan menurun pada senja hari bahkan tidak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya. Pada tahap ini penglihatan akan membaik dalam waktu 2-4 hari dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila dibiarkan dapat berkembang menjadi xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lendir atau bagian putih bola mata tampak kering, berkeriput, dan berubah warna menjadi kecoklatan dengan permukaan terlihat kasar dan kusam. Xerosis konjungtiva akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam waktu 2 minggu dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar. Bila tidak ditangani akan tampak bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B) terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva atau bagian putih mata, serta konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut. Bila tidak segera diberi vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat.  
Tetapi dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar dan dengan pengobatan yang benar bercak bitot akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata akan menghilang dalam 2 minggu.
Tahap selanjutnya bila tidak ditangani akan terjadi xerosis kornea (X2) dimana kekeringan akan berlanjut sampai kornea atau bagian hitam mata. Kornea tampak suram dan kering dan permukaannya tampak kasar. Keadaan umum anak biasanya buruk dan mengalami gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare. Pemberian kapsul vitamin A dan pengobatan akan menyebabkan keadaan kornea membaik setelah 2-5 hari dan kelainan mata sembuh setelah 2-3 minggu. Bila tahap ini berlanjut terus dan tidak segera diobati akan terjadi keratomalasia (X3A) atau kornea melunak seperti bubur dan ulserasi kornea (X3B) atau perlukaan. Selain itu keadaan umum penderita sangat buruk. Pada tahap ini kornea dapat pecah. Kebutaan yang terjadi bila sudah mencapai tahap ini tidak bisa disembuhkan. Selanjutnya akan terjadi jaringan parut pada kornea yang disebut xeropthalmia scars (XS) sehingga kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengempis. Berikut ini merupakan klasifikasi xeropthalmia berdasarkan keparahan kelainan mata :
XN : Buta senja (night blindeness)
XIA : Xerosis konjugtiva
XIB : Bercak bitot (bitot spot)
X2 : Xerosis kornea
X3A : Ulkus kornea atau keratomalasia (<1/3>
X3B : Ulkus kornea atau keratomalasia (= atau > 1/3 permukaan kornea)
XS : Bekas luka kornea
XF : Pengerasan dasar bola mata (fundus xeropthalmia


2.     Mekanisme Terjadinya Kekurangan Vitamin A
Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun untuk karena kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekurangan vitamin A berada di bawah kontrol di Amerika Serikat, tetapi di negara-negara berkembang kekurangan vitamin A adalah keprihatinan yang signifikan. Dengan tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah dihindari.
Kekurangan vitamin A dapat terjadi baik sebagai defisiensi primer atau sekunder. Vitamin A Kekurangan utama terjadi di antara anak-anak dan orang dewasa yang tidak mengkonsumsi asupan sayuran kuning dan hijau, buah-buahan dan hati. Awal menyapih juga dapat meningkatkan risiko kekurangan vitamin A. Sekunder defisiensi vitamin A berhubungan dengan malabsorbsi kronis lipid, produksi dan pelepasan empedu terganggu, diet rendah lemak, dan paparan kronis oksidan, seperti asap rokok. Vitamin A adalah vitamin larut lemak dan bergantung pada solubilisasi misel untuk dispersi ke dalam usus kecil, yang menghasilkan pemanfaatan miskin vitamin A dari diet rendah lemak. Kekurangan zinc juga dapat mengganggu penyerapan, transportasi, dan metabolisme vitamin A karena sangat penting untuk sintesis vitamin A dan protein transpor oksidasi retinol ke retina. Dalam populasi kurang gizi, asupan rendah umum vitamin A dan seng meningkatkan resiko kekurangan vitamin A dan menyebabkan beberapa peristiwa fisiologis.
Karena fungsi yang unik dari kelompok retinil adalah penyerapan cahaya dalam protein retinylidene, salah satu manifestasi awal dan spesifik defisiensi vitamin A adalah gangguan penglihatan, terutama di cahaya berkurang - kebutaan malam. Kekurangan Persistent menimbulkan serangkaian perubahan, yang paling buruk dari yang terjadi di mata. Beberapa perubahan okular lainnya disebut sebagai xerophthalmia. Pertama ada kekeringan pada konjungtiva (xerosis) sebagai lacrimalis normal dan mensekresi lendir epitel digantikan oleh epitel keratin. Ini diikuti dengan build-up dari puing-puing keratin dalam plak buram kecil (bintik-bintik Bitot) dan, akhirnya, erosi permukaan kornea kasar dengan pelunakan dan perusakan kornea (keratomalacia) dan kebutaan total. Perubahan lain termasuk gangguan imunitas, hypokeratosis (benjolan putih pada folikel rambut), keratosis pilaris dan metaplasia epitel skuamosa yang melapisi saluran pernapasan atas dan kandung kemih ke epitel keratin. Dengan hubungan ke kedokteran gigi, kekurangan vitamin A menyebabkan enamel hipoplasia.
Pasokan yang cukup dari Vitamin A sangat penting bagi wanita hamil dan menyusui, karena kekurangan tidak dapat dikompensasi oleh suplemen setelah melahirkan. Namun, kelebihan vitamin A, khususnya melalui suplemen vitamin, dapat menyebabkan cacat lahir dan tidak boleh melebihi nilai harian yang direkomendasikan.
Etiologi
Penentuan kekurangan vitamin A memiliki beberapa parameter secara klinis yaitu buta senja, bitots spot, sirosis kornea, dan keratomalasi. Penentuan KVA yang hanya didasarkan pemeriksaan klinis memiliki  kelemahan sebab tidak dapat dideteksi adanya KVA marginal. Untuk itu diperlukan pemeriksaan kimiawi. Penentuan kadar vitamin A serum juga masih ada kelemahannya sebab belum dapat diketahui status vitamin A dalam tubuh karena kadar vitamin A serum dipengaruhi oleh simpanan vitamin A dalam hati.
Pada kadar vitamin A serum (retinol) 20-30 µg/dl dapat dikatakan bahwa simpanan vitamin A masih cukup, bila kadarnya dalam serum dibawah 10 µg/dl, simpanan vitamin A dalam hati sudah sangat rendah an biasanya tanda-tanda klinis sudah mulai muncul. Untuk menghindari kesalahan penentuan status vitamin A tubuh karena adanya kemampuan kompensasi dari cadangan dihati maka diperlukan suatu metode disebut Relative Dose Response (RDR) dan akan lebih baik lagi bila penentuan kadar vitamin A serum disertai dengan penentuan kadar Retinol Binding Protein (RBP) sehingga status vitamin A dan status protein tubuh dapat diketahui. Pada anak normal  kadar RBP plasma 20-30 µg/dl dan dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA kadar tersebut dapat turun sampai 50%.
Kekurangan vitamin A (KVA) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan rendahnya kadar vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan adaptasi terhadap kondisi gelap dan sangat rendahnya konsumsi vitamin A (WHO  1976). KVA tingkat subklinis yaitu tingkat KVA yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita (Depkes  2003). KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui denganmemeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium.
Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A terjadi terutama karena kurangnya asupan vitamin A yang diperoleh dari makanan sehari-hari.Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfa, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu (Almatsier  2006).
Malabsorpsi adalah kegagalan usus halus untuk menyerap makanan tertentu. Ketidakmampuan menyerap tersebut dapat hanya mengenai satu jenis asam amino, lemak, gula, atau vitamin, atau dapat mengenai semua asam amino, lemak, gula, atau semua vitamin yang larut lemak. Malabsorpsi terhadap segala sesuatu yang diserap di satu segmen usus halus juga terjadi (Corwin  2001).
Gambaran klinis malabsorpsi akan secara spesifik beraitan dengan apa yang tidak dapat diabsorpsi dan ada tidaknya bagian usus yang lain yang dapat mengkompensasi malfungsi usus halus tersebut. Defisiensi garam empedu menyebabkan malabsorpsi vitamin larut lemak yang menimbulkan defisiensi vitamin A, D, E dan K (Corwin  2001).

Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A diperlukan retina mata untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Pada anak-anak, kekurangan vitamin A berakibat lebih parah  dibandingkan  dewasa. Pertumbuhan badan terganggu dan kekebalan  terhadap penyakit infeksi berkurang. Sering ditemukan hubungan peningkatan defisiensi vitamin A terjadi seiring peningkatan angka  kesakitan khususnya pada penyakit infeksi. Konsumsi vitamin A dan  provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang dianjurkan), berlangsung dalam waktu lama, akan  mengakibatkan suatu keadaan yang dikenal dengan Kekurangan Vitamin A (KVA). Pada dewasa normal, simpanan vitamin A dalam hati bisa memenuhi kebutuhan selama ± 24 bulan.Pada anak-anak yang mengalami tumbuh kembang, jika konsumsi makanan yang mengandung vitamin A tidak memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan, maka xeropthalmia kelihatan dalam beberapa minggu.
            Kelainan kulit pada umumnya tampak pada tungkai bawah bagian depan dan lengan atas bagian belakang, kulit tampak kering dan bersisik seperti sisik ikan. Kelainan ini selain disebabkan karena KVA dapat juga disebabkan karena kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau Kurang EnergiProtein (KEP) tingkat berat atau gizi buruk.Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang  telahberlangsung lama. Gejala tersebut akan lebih cepat timbul bila anak menderita penyakit campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.
Adapun gejala kekurangan vitamin A meliputi gejala xeropthalmia (mata kering), suatu kelainan pada selaput lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.  Keadaan kekurangan vitamin A yang mengenai mata ini bila dibiarkan tanpa penanganan yang serius dapat berakibat kebutaan yang permanen. Tanda – tanda buta senja adalahbila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut pada waktu sore menjelang malam sering membentur/menabrak-nabrak benda didepannya karena tidak dapat melihat.Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit mendeteksi buta senja.Tanda-tanda xerosis konjungtiva adalah selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat  atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam. Tanda-tanda xerosis konjungtiva (X1A) adalah adanya  bercak bitot yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.Tanda-tanda xerosis kornea adalah kekeringan pada konjungtiva yang berlanjut sampai kornea.Tanda-tanda keratomalasia adalah kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.

Patofisiologi dan Pengaruh terhadap Sistem Organ
Vitamin A berfungsi sebagai kekebalan tubuh pada manusia, bentuk vitamin A yaitu retinol dapat berpengaruh dalam pembentukan limfosit B (leukosit yang berperan dalam kekebalan humoral).Kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibodi yang bergantung pada sel T (limfosit yang berperan pada kekebalan selular).Pada anak balita kekurangan vitamin Aakan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, penyakit infeksi saluran pernapasan (radang paru-paru dan pneumonia). Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehingga mudah terserang infeksi.Lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami kreatinisasi, tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau virus dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus akan menyebabkan diare. Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada ginjal dan kantung kemih serta vagina.Perubahan ini dapat pula meningkatkan endapan kalsium yang dapat menyebabkan batu ginjal dan gangguan kantung kemih.Kekurangan vitamin A pada anak-anak juga dapat menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat menyebabkan kematian (Almatsier 2006).
Negara berkembang seperti Indonesia, sering terjadikekurangan vitamin A dan kekurangan yodium secara bersamaan. Vitamin A juga berfungsi padaberbagai proses tubuh antara lain pada pembuatan hormon tiroid.Kekurangan vitamin A mengakibatkan rendahnya kadar hormon tiroid aktifyang dihasilkan. Kekurangan vitamin A tingkat sedang pada anak-anak akanmeningkatkan risiko terjadinya kekurangan yodium. Kekurangan vitamin Adapat memperburuk efek kekurangan yodium. Yodium merupakan salah satu unsur non metal yang diperlukan oleh tubuh untuk mensintesa hormon tiroid.Yodium berperan dalam perubahan karotin menjadi bentuk aktif vitamin A, sintesis protein dan absorbsi karbohidrat dari saluran pencernaan.Kekurangan vitamin Aakan meningkatkan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan menurunkanasupan yodium ke dalam tiroid dan mengganggu sintesis tiroglobulin sertameningkatkan ukuran tiroid. Kadar retinol serum berkorelasi secara negatifdengan kadar TSH. Status vitamin A mempengaruhi umpan balik T4 darisekresi TSH.TSH dapat meningkatkan pertumbuhan sel tiroid yang menyebabkan pertumbuhan gondok.Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) yang dikeluarkan oleh hipotalamus yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari untuk mengatur sekresi tiroid.
            Kekurangan vitamin A selain menyebabkan penyakit infeski, penyakit saluran pernapasan, penyakit gondok juga dapat menyebabkan penyakit infeksi lainnya sebagai berikut :
1.   Buta Senja (XN)
Penyakit ini terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.Pada keadaan ringan sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya terang.Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja. Konsumsi vitamin A yang tidak cukup menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar vitamin A darah yang menurun yang berakibat vitamin A tidak cukup diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan rodopsin. Kemampuan melihat dalam kedaan samar-samar dihubungkan dengan ujung-ujung saraf (road dan cone) yang terdapat dalam retina.Cone terutama bereperan dalam cahaya siang dan membedakan warna sedangkan road mengontrol penglihatan pada malam hari (Almatsier 2006).
2.   Xerosis Konjungtiva (X1A)
Penyakit ini merupakan pengeringan selaput permukaan kelopak mata dan bola mata (Depkes 2003).
3.   Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot (X1B)
Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada  penderita xerophtalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.Pada keadaan berat tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva, konjungtiva tampak menebal berlipat-lipat dan berkerut (Depkes 2003).
4.   Xerosis Kornea (X2)
Pada penyakit ini kornea akan tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar. Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita penyakit infeksi dan sistemik lain) (Depkes 2003).
5.   Keratomalasia dan Ulcus Kornea (X3A dan X3B)
Keadaan umum penderita  sangat buruk. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah). Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir  dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xerophtalmia (Depkes 2003). 
Kekurangan vitamin A pada taraf ringan seperti XN dan XIB dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein dan perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Makin rendah kadarserum Vit. A makintinggi penyakitinfeksi dan kurangenergi protein. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal.Vitamin A berupa asam retinoat berperan dalam anak-anak yang terjadi kegagalan dalam pertumbuhan (Almatsier 2006).

Gangguan Intake, Pencernaan dan Penyerapan Akibat Penyakit
Metabolisme vitamin A membutuhkan molekul protein fungsional tertentu. Di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia banyak ditemukan penderita kekurangan energi protein (KEP) tampaknya keadaan ini berkorelasi positif dengan KVA.Pada KVA terjadi perubahan mukosa usus, sel mukosa mengalami degradasi atau artropi sehingga fungsi digesti dan absorbsi usus berkurang.Keadaan ini dapat mengakibatkan malabsorbsi yang dapat berakibat gizi kurang.
Digesti karoten dan absorpsi membutuhkan adanya lemak yang cuku dalam diet sebab karoten dan vitamin A larut dalam lemak. Sedangkan digesti lemak memerlukan empedu dan getah pankreas. Jika ada gangguan sekresi empedu dan getah pankreas maka digesti lemak kurang efektif akibatnya absorpsi karoten dan vitamin A juga berkurang.

3.      Pendekatan dan Pencegahan dalam KVA
Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi utama dan penting yang banyak terjadi di negara berkembang. KVA terjadi apabila cadangan retinol di hati <20 µg/dl (0,07 µmol/L). KVA merupakan konsekuensi dari masalah kesehatan dan fisologis yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin A. Program penanggulangan kurang Vitamin A (KVA) telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia.Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh.Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan.
Penanggulangan masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan angka kematian pada anak.
Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan antara lain meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi), dan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses komunikasi-informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan fortifikasi dengan vitamin A masih bersifat rintisan .Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
Kapsul Vitamin A biru (100.000 IU) diberikan kepada bayi (6-11 bulan) satu kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul Vitamin A merah (200.000 IU) diberikan kepada anak balita (1-5 tahun) setiap bulan Februari dan Agustus, serta kepada ibu nifas paling lambat 30 hari setelah melahirkan.
Kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pda masyarakat apabila cakupannya tinggi (minimal 80%).Cakupan tersebut dapat tercapai apabila seluruh jajaran kesehatan dan sektor-sektor terkait dapat menjalankan peranannya masing-masing dengan baik.Keberhasilan program pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada prinsipnya dipengaruhi oleh peran serta masyarakat sehingga semua anak yang berumur 1-5 tahun mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi, setiap 6 bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus melalui kegiatan Posyandu.
Menurut Soekirman (2000), cara pencegahan dan penanggulangan KVA dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama pendekatan “melalui makanan” atau food based intervention dan kedua “tidak melalui makanan” atau non food based intervention.
Intervensi KVA berbasis makanan
Penanggulangan vitamin A berbasis makanan adalah upaya peningkatan konsumsi vitamin A dari makanan yang kaya akan vitamin A. Sebaliknya bila bahan makanan yang aslinya tidak mengandung vitamin A bisa diperkaya dengan vitamin A melalui teknologi fortifikasi. Jenis pangan yang mengandung vitamin A antara lain sayuran berwarna hijau, kuning atau merah, buah berwarna kuning atau merah, serta sumber makanan hewani.
 Ada perbendaan bentuk antara vitamin A yang terkandung dalam bahan makanan hewani dan nabati. Bahan makanan hewani mengandung vitamin A dalam bentuk yang mempunyai aktivitas yang disebut preformed vitamin A. sedangkan dalam bahan makanan nabati mengandung vitamin A dalam bentuk pro-vitamin A atau prekursor vitamin A yang terdiri dari ikatan karoten. Sumber vitamin A preformed yang dipekatkan biasa digunakan sebagai obat suplemen vitamin A.
Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar. Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang, belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil. Untuk lebih mudah mengingat jenis makanan apa saja yang mengandung vitamin A. Jenis lainnya adalah makanan yang sudah difortifikasi atau ditambah zat gizinya seperti jenis mie instan, biskuit, mentega dan susu instan.
Intervensi KVA berbasis bukan makanan
Mencegah dan menanggulangi KVA dengan basis bukan makanan atau non food based intervention dilakukan dengan program suplementasi yaitu pemberian tambahan (suplemen) vitamin A kepada anak atau ibu dalam bentuk pil atau kapsul. Program ini merupakan program utama dan berhasil menanggulangi KVA di Indonesia dan banyak negara lain. Untuk mencegah terjadinya kekurangan vitamin A di Posyandu atau Puskesmas pada setiap bulan Februari dan Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan, harus mendapat 1 kapsul vitamin A biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A warna merah. Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari setelah melahirkan mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah.
Untuk mengobati anak dengan gejala buta senja (XN) hingga xerosis kornea (X2), dimana penglihatan masih dapat disembuhkan, diberikan kapsul vitamin A pada hari pertama pengobatan sebanyak ½ (50.000 SI) kapsul biru untuk bayi berusia kurang atau sama dengan 5 bulan, 1 kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi berusia 6 sampai 11 bulan atau 1 kapsul merah (200.000 SI) untuk anak 12-59 bulan. Pada hari kedua diberikan 1 kapsul vitamin A sesuai umur dan dua minggu kemudian diberi lagi 1 kapsul vitamin A juga sesuai umur.
Departemen Kesehatan juga terus melakukan program penanggulangan kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an. Menurut catatan Depkes, tahun 1992 bahaya kebutaan akibat kekurangan vitamin A mampu diturunkan secara signifikan. Namun sebanyak 50,2 persen balita masih menderita kekurangan vitamin A sub-klinis yang juga sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak. Guna menanggulangi hal ini, Depkes melaksanakan program pemberian kapsul vitamin A bagi anak usia 6-59 bulan di Indonesia. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada balita dan ibu nifas. Pada balita diberikan dua kali setahun, setiap bulan Februari dan Agustus dengan dosis 100.000 IU untuk anak 6-12 bulan dan 200.000 IU untuk anak 12-59 bulan dan ibu nifas.

4.      Program Pemerintah Untuk Menanggulangi KVA
 Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A
Upaya penanggulangan masalah Kurang Vitamin A tahun 1996/1997 masih bertumpu pada pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada anak balita dan ibu nifas, KIE serta monitoring melalui pencatatan dan pelaporan yang dilaksanakan di 27 propinsi.Kegiatan distribusi kapsul vitamin A diintegrasikan kedalam kegiatan UPGK dan KIA melalui posyandu dan puskesmas.
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan penanggulangan KVA, sejak tahun 1992 telah dilakukan kegiatan SOMAVITA (Sosial Marketing Vitamin A) berupa kampanye peningkatan cakupan penggunaan kapsul Vitamin A maupun peningkatan konsumsi makanan kaya akan Vitamin A atau sumber vitamin A alami ("Suvital"), dan pada tahun 1993/1994 dilakukan kegiatan perintisan fortifikasi Vitamin A pada makanan.
Distribusi kapsul Vitamin A pada tahun 1996 yang dilakukan di 27 propinsi telah mencakup 71,38% (Februari 1996) dan 77,69% (Agustus 1996) dari jumlah balita yang ada.

5.      Orang-Orang yang Terkena KVA
      Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.


2 komentar:

  1. bukannya dari depkes masalah KVA sudah dihapuskan dari Indonesia ya??

    BalasHapus
  2. bukannya dihapus,msh ada,hanya ditutup-tutupi

    BalasHapus

Pengikut