BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Daging unggas merupakan
sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang
lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat
dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna1.
Golongan unggas yang paling banyak digunakan adalah ayam. Di Indonesia
dikenal 2 jenis ayam yang biasa dikonsumsi yaitu ayam ras (bloiler) dan ayam
lokal (buras). Kedua jenis ayam ini sering diperdagangkan dalam bentuk karakas1.
Komposisi zat gizi daging unggas bervariasi, sangat tergantung pada jenis atau ras, umur dan jenis kelamin.
Bahkan pada karakas unggas yang sama setiap komposisi gizi keadaanya berbeda
antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Protein daging berkualitas
tinggi karena mudah dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino
essensial yang lengkap dalam jumlah yang besar dibandinngkan dengan hewan yang
lain diluar unggas. Daging unggas menggandung lemak dan mineral yang relatif
rendah1.
Dengan membaca
penjelasan di atas maka dapat diketahui betapa pentingnya salah satu bahan
pangan yaitu unggas. Untuk itu maka diadakanlah percobaan ini untuk mengetahui
lebih lanjut tentang unggas itu sendiri.
I.2 Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui komposisi fisik karakas.
2.
Untuk mengetahui warna daging secara subyektif.
3.
Untuk mengetahui keempukan dan tekstur daging secara subyektif dan
obyektif.
4.
Untuk
mengetahui kesegaran daging dengan menggunakan Pb asetat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Unggas merupakan sumber protein hewani
yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam
perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan
lunak sehingga mudah dicerna1.
Golongan unggas yang paling banyak digunakan adalah ayam. Di Indonesia
dikenal 2 jenis ayam yang biasa dikonsumsi yaitu ayam ras (bloiler) dan ayam
lokal (buras). Kedua jenis ayam ini sering diperdagangkan dalam bentuk karakas1.
Komposisi zat gizi daging unggas bervariasi, sangat tergantung pada jenis atau ras, umur dan jenis kelamin.
Bahkan pada karakas unggas yang sama setiap komposisi gizi keadaanya berbeda
antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Protein daging berkualitas
tinggi karena mudah dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino
essensial yang lengkap dalam jumlah yang besar dibandinngkan dengan hewan yang
lain diluar unggas. Daging unggas menggandung lemak dan mineral yang relatif
rendah1.
Yang
termasuk ke dalam jenis unggas-unggasan adalah ayam, itik, dan burung. Pada
prinsipnya hampir semua unggas dapat digunakan sebagai sumber daging. Karena
pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam tertentu saja yang
dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial sebagai sumber daging
dikenal sebagai ayam pedaging. Jenis unggas yang digunakan sebagai sumber
daging adalah ayam dan itik2.
1. Ayam
Berdasarkan aspek pemuliaannya
terdapat tiga jenis klasifikasi ayam penghasil daging, yaitu ayam kampung, ayam
ras, dan ayam “cull”2:
1.
Ayam kampung atau ayam lokal adalah
jenis ayam yang tidak atau belum mengalami hasil pemuliaan. Dikenal juga dengan
sebutan ayam ayam buras (ayam ras). Berat rata-rata ayam berumur 2 tahun 2,5 kg
bagi ayam betina dan 3-3,25 kg bagi ayam jantan. Penamaan ayam kampung dengan
sebutan ayam local didasarkan pada kenyataan bahwa jenis-jenis ayam kampung
sering diidentifikasikan dengan nama daerah atau tempat asal ayam tersebut
terdapat. Contoh ayam kampung yang telah banyak dikenal adalah ayam Sumatera,
ayam Kedu, ayam Nunukan, dan ayam Pelung.
2.
Ayam ras adalah jenis ayam yang telah
mengalami upaya pemuliaan, sehingga merupakan ayam pedaging yang unggul.
Mempunyai bentuk, ukuran, dan warna yang seragam. Ayam pedaging di Amerika
dipanen pada umur 8-12 minggu dengan berat 1,59-2,05 kg/ekor. Di Indonesia,
ayam pedaging dipanen pada umur lebih muda, yaitu 6 minggu dengan berat sekitar
1,33 kg per ekor. Pemanenan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah
disebabkan oleh kesediaan konsumen yang cenderung membeli karkas yang utuh yang
tidak terlalu besar. Juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum banyak
serta tulang tidak begitu keras.
3.
Ayam cull adalah ayam sebenarnya bukan
tipe pedaging, tetapi dijadikan sebagai ayam penghasil daging dengan alasan
tertentu. Umumnya ayam cull berasal dari ayam petelur yang diapkir. Biasanya
pengapkiran ayam petelur dilakukan karena ayam yang bersangkutan terdapat cacat
atau tidak berfungsi normal, misalnya produktivitasnya turun. Mutu daging ayam
cull umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak
seragam serta jumlahnya sedikit.
2. Itik
Itik dikenal sebagai unggas kedua
penghasil daging sesudah ayam. Itik yang dibudidayakan sekarang adalah itik
Manila dan itik Belibis. Ciri fisik ternak itik adalah bentuk tubuhnya langsing
dengan langkah tegap. Tinggi tubuh berkisar 45-50 cm dan digambarkan seperti
bentuk anggur. Itik ini bertubuh kecil dan kurus dengan berat tubuh rata-rata
1,2-1,4 kg/ekor untuk itik berumur 2 tahun2.
Itik termasuk jenis ternak yang
paling kurang diperhatikan di Indonesia baik peranannya sebagai sumber protein
bermutu tinggi maupun potensinya untuk perbaikan melalui penelitian ilmiah.
Meskipun itik dari Indonesia telah merupakan asal (basis) dari jenis turunan
yang produktif di Eropa seperti Indian Runner dan Khaki Campbell, tetapi jenis
ini di Indonesia, masih dimanfaatkan secara tradisional. Indonesia mungkin
mempunyai beberapa jenis itik yang berbeda-beda tapi banyaknya penyilangan dan
pemberian nama setempat membuat sulitnya mengetahui jenis itik yang asli.
Meskipun demikian, setidak-tidaknya dapat dibedakan 4 jenis utama: itik tegal,
itik Alabio, itik Bali atau itik Lombok yang semuanya dipelihara untuk diambil
telurnya, dan entok yang digunakan untuk penetasan3.
Adapun tips-tips dalam memilih daging unggas
yang baik adalah aromanya tidak menyimpang, bermata jernih, kulit tidak
berlendir, daging kenyal dan tidak memar. Jika membeli unggas beku, pastikan
kemasannya tertutup rapat dan tidak ada kristal es yang menunjukkan bahwa
unggas sudah lama disimpan. Perhatikan juga warna dagingnya. Daging yang
berubah warna kemungkinan besar telah dijangkiti bakteri3.
Adapun 2 upaya yang dilakukan dalam penanganan pasca mortem
adalah3:
1. Pelayuan daging
Tujuan pelayuan daging adalah agar proses pembentukan asam
laktat dapat berlangsung sempurna sehingga terjadi penurunan pH daging. Nilai
pH daging yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga proses
pembusukan dihambat, pengeluaran darah menjadi sempurna karena darah merupakan
media yang baik dalam pertumbuhan mikroba, lapisan luar daging menjadi kering
sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan serta untuk
memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum serta citarasa yang khas. Pelayuan
yang paling baik dilakukan pada suhu sedikit lebih rendah daripada suhu kamar.
Menurut May et al., (1962) bahwa lama pelayuan dan temperature karkas akan
menentukan keempukan daging unggas. Karkas yang dilayukan dalam ruangan dengan
suhu 32°F dan 66°F akan lebih empuk daripada pelayuan dalam 98,6°F, akan tetapi
seluruh karkas mendekati nilai derajat keempukan hampir sama, setelah dilayukan
lebih dari 8 jam tanpa memperhatikan temperaturnya2.
Menurut Snyder dan Orr (1964) pelayuan daging unggas sebaiknya
dilakukan pada suhu 0-7°C. Pada kondisi seperti ini akan memberikan kesempatan
bagi daging untuk melewati fase rigor mortis. Bila daging telah melewati fase
ini maka daging akan menjadi empuk. Rigor mortis pada daging ayam, pasa suhu
ruang berlangsung 2-4,5 jam. Lamanya fase ini tergantung kepada suhu dan macam
unggas2.
2. Pembekuan
Menurut Mountney (1966) penyimpanan daging beku dilakukan
pada suhu -17°C sampai -40°C. pada daging unggas dapat tahan dalam keadaan baik
selama satu tahun bila disimpan pada suhu-17,8°C. Pada suhu ini daging unggas
dalam keadaan beku. Dengan pembekuan pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim
dapat dihambat, sehingga proses pembusukan atau kerusakan daging unggas dapat
dihambat. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi selama pembekuan antara lain
glikolisis, denaturasi protein, perubahan akibat aktivitas enzim dan mikroba.
Perubahan kimia dan biokimia, seperti glikolisis berlangsung dengan kecepatan
menurun selama penyimpanan beku, bahkan terhenti sama sekali setelah
penyimpanan selam dua bulan pada suhu -17°C2.
Selama penyimpanan beku terjadi denaturasi protein.
Denaturasi protein akibat suhu rendah (pembekuan dan penyimpanan beku)
disebabkan meningkatnya konsentrasi padatan intraselular akibat keluarnya
cairan dari sel membentuk kristal es. Perubahan-perubahan yang paling cepat
terjadi pada suhu sedikit dibawah titik beku (sub freezing temperature) karena
sebagian besar kristal es terbentuk pada selang suhu tersebut dan semakin lambat pada suhu yang
lebih rendah. Selama proses pembekuan reaksi-reaksi enzimatik dan non enzimatik
yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan kebusukan akan berlangsung
lebih lambat. Selain itu suhu pembekuan dapat menghancurkan mikroba. Hal ini
disebabkan oleh karena terjadinya kenaikan konsentrasi padatan intraseluler,
keluarnya senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah dari sel-sel bahan
sehingga mengurangi ketersediaan substrat, pembentukan kristal es terutama
kristal intraseluler yang secara fisik akan merusak sel-sel mikroba2.
Adapun
cara mengolah daging unggas adalah4:
1.
Dibandingkan
ayam kampung (buras), ayam ras (broiler) berukuran lebih besar, lebih berlemak,
berkulit lebih tipis, berdaging tebal tapi relatif lunak. Karena itu. ayam ras
cocok digoreng atau dipanggang. Ayam buras bisa diolah menjadi kalio, gulai,
atau opor.
2. Di pasaran, ada dua jenis bebek,
yaitu bebek berleher tinggi (impor dan lokal) dan bebek berleher pendek (itik
manila/ entok). Bebek impor lebih gemuk, dagingnya cepat lunak, kulitnya lebih
tebal dan berlemak. Bebek lokal dan entok memiliki daging dan lemak yang tidak
tebal dan daging yang cenderung lebih liat, apalagi jika umurnya sudah tua.
3.
Dibandingkan ayam, daging bebek umumnya lebih alot sehingga
memerlukan waktu masak yang lebih lama. Untuk mengurangi bau anyirnya, bakar
bebek hingga kecokelatan di atas api sebelum diolah lebih lanjut.
Dengan
demikian, unggas sebagai salah satu makanan sumber protein sangatlah penting
untuk kita konsumsi. Dimana protein merupakan suatu zat makanan yang amat
penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar
dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah
sumber asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsure logam seperti
besi dan tembaga4.
Di dalam tubuh, protein mempunyai
peranan yang sangat penting. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau
pembentuk struktur, misalnya untuk pembentukan kulit, otot rambut, membran sel,
jantung, hati, ginjal, dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat
pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang aktif. Beberapa
di antaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator, hemoglobin
sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh, dan
antibodi untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan protein
dalam jangka waktu lama dapat mengganggu berbagai proses metabolisme di dalam
tubuh serta mengurangi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit5.
Protein terdiri
atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan
peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen; beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur-unsur fosfor,
besi, sulfur, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein,
karena terdapat di dalam semua protein tetapi tidak terdapat di dalam
karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sirajuddin,
Saifuddin dan Zakaria. 2009. Pedoman
Praktikum Analisis Bahan Makanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
2.
Muchtadi,
R.Tien dan Sugiyono. 1992. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
3.
Buckle, K.A., dkk. 2007. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Winarno,
F.G.2004. Kimia Pangan Dan Gizi.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
5.
Almatsier,
Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
PT. Gramedia Pustaka: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar