Kamis, 13 Desember 2012

UNGGAS

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna1.
Golongan unggas yang paling banyak digunakan adalah ayam. Di Indonesia dikenal 2 jenis ayam yang biasa dikonsumsi yaitu ayam ras (bloiler) dan ayam lokal (buras). Kedua jenis ayam ini sering diperdagangkan dalam bentuk karakas1.
Komposisi zat gizi daging unggas bervariasi, sangat tergantung pada jenis atau ras, umur dan jenis kelamin. Bahkan pada karakas unggas yang sama setiap komposisi gizi keadaanya berbeda antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Protein daging berkualitas tinggi karena mudah dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino essensial yang lengkap dalam jumlah yang besar dibandinngkan dengan hewan yang lain diluar unggas. Daging unggas menggandung lemak dan mineral yang relatif rendah1.
Dengan membaca penjelasan di atas maka dapat diketahui betapa pentingnya salah satu bahan pangan yaitu unggas. Untuk itu maka diadakanlah percobaan ini untuk mengetahui lebih lanjut tentang unggas itu sendiri.

I.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui komposisi fisik karakas.
2.      Untuk mengetahui warna daging  secara subyektif.
3.      Untuk mengetahui keempukan dan tekstur daging secara subyektif dan obyektif.
4.      Untuk mengetahui kesegaran daging dengan menggunakan Pb asetat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu serat-serat dagingnya pendek dan lunak sehingga mudah dicerna1.
Golongan unggas yang paling banyak digunakan adalah ayam. Di Indonesia dikenal 2 jenis ayam yang biasa dikonsumsi yaitu ayam ras (bloiler) dan ayam lokal (buras). Kedua jenis ayam ini sering diperdagangkan dalam bentuk karakas1.
Komposisi zat gizi daging unggas bervariasi, sangat tergantung pada jenis atau ras, umur dan jenis kelamin. Bahkan pada karakas unggas yang sama setiap komposisi gizi keadaanya berbeda antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Protein daging berkualitas tinggi karena mudah dicerna, mudah diserap dan mengandung asam-asam amino essensial yang lengkap dalam jumlah yang besar dibandinngkan dengan hewan yang lain diluar unggas. Daging unggas menggandung lemak dan mineral yang relatif rendah1.
Yang termasuk ke dalam jenis unggas-unggasan adalah ayam, itik, dan burung. Pada prinsipnya hampir semua unggas dapat digunakan sebagai sumber daging. Karena pertimbangan efisiensi dan ekonomi maka hanya jenis ayam tertentu saja yang dikembangkan secara intensif. Jenis ayam yang potensial sebagai sumber daging dikenal sebagai ayam pedaging. Jenis unggas yang digunakan sebagai sumber daging adalah ayam dan itik2.
1.      Ayam
Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis klasifikasi ayam penghasil daging, yaitu ayam kampung, ayam ras, dan ayam “cull”2:
1.      Ayam kampung atau ayam lokal adalah jenis ayam yang tidak atau belum mengalami hasil pemuliaan. Dikenal juga dengan sebutan ayam ayam buras (ayam ras). Berat rata-rata ayam berumur 2 tahun 2,5 kg bagi ayam betina dan 3-3,25 kg bagi ayam jantan. Penamaan ayam kampung dengan sebutan ayam local didasarkan pada kenyataan bahwa jenis-jenis ayam kampung sering diidentifikasikan dengan nama daerah atau tempat asal ayam tersebut terdapat. Contoh ayam kampung yang telah banyak dikenal adalah ayam Sumatera, ayam Kedu, ayam Nunukan, dan ayam Pelung.
2.      Ayam ras adalah jenis ayam yang telah mengalami upaya pemuliaan, sehingga merupakan ayam pedaging yang unggul. Mempunyai bentuk, ukuran, dan warna yang seragam. Ayam pedaging di Amerika dipanen pada umur 8-12 minggu dengan berat 1,59-2,05 kg/ekor. Di Indonesia, ayam pedaging dipanen pada umur lebih muda, yaitu 6 minggu dengan berat sekitar 1,33 kg per ekor. Pemanenan ayam pedaging pada saat beratnya masih rendah disebabkan oleh kesediaan konsumen yang cenderung membeli karkas yang utuh yang tidak terlalu besar. Juga karena dagingnya cukup lunak, lemak belum banyak serta tulang tidak begitu keras.
3.      Ayam cull adalah ayam sebenarnya bukan tipe pedaging, tetapi dijadikan sebagai ayam penghasil daging dengan alasan tertentu. Umumnya ayam cull berasal dari ayam petelur yang diapkir. Biasanya pengapkiran ayam petelur dilakukan karena ayam yang bersangkutan terdapat cacat atau tidak berfungsi normal, misalnya produktivitasnya turun. Mutu daging ayam cull umumnya lebih rendah dari ayam ras karena sudah tua dan ukurannya tidak seragam serta jumlahnya sedikit.
2.      Itik
Itik dikenal sebagai unggas kedua penghasil daging sesudah ayam. Itik yang dibudidayakan sekarang adalah itik Manila dan itik Belibis. Ciri fisik ternak itik adalah bentuk tubuhnya langsing dengan langkah tegap. Tinggi tubuh berkisar 45-50 cm dan digambarkan seperti bentuk anggur. Itik ini bertubuh kecil dan kurus dengan berat tubuh rata-rata 1,2-1,4 kg/ekor untuk itik berumur 2 tahun2.
Itik termasuk jenis ternak yang paling kurang diperhatikan di Indonesia baik peranannya sebagai sumber protein bermutu tinggi maupun potensinya untuk perbaikan melalui penelitian ilmiah. Meskipun itik dari Indonesia telah merupakan asal (basis) dari jenis turunan yang produktif di Eropa seperti Indian Runner dan Khaki Campbell, tetapi jenis ini di Indonesia, masih dimanfaatkan secara tradisional. Indonesia mungkin mempunyai beberapa jenis itik yang berbeda-beda tapi banyaknya penyilangan dan pemberian nama setempat membuat sulitnya mengetahui jenis itik yang asli. Meskipun demikian, setidak-tidaknya dapat dibedakan 4 jenis utama: itik tegal, itik Alabio, itik Bali atau itik Lombok yang semuanya dipelihara untuk diambil telurnya, dan entok yang digunakan untuk penetasan3.
             Adapun tips-tips dalam memilih daging unggas yang baik adalah aromanya tidak menyimpang, bermata jernih, kulit tidak berlendir, daging kenyal dan tidak memar. Jika membeli unggas beku, pastikan kemasannya tertutup rapat dan tidak ada kristal es yang menunjukkan bahwa unggas sudah lama disimpan. Perhatikan juga warna dagingnya. Daging yang berubah warna kemungkinan besar telah dijangkiti bakteri3.
Adapun 2 upaya yang dilakukan dalam penanganan pasca mortem adalah3:
1.      Pelayuan daging
Tujuan pelayuan daging adalah agar proses pembentukan asam laktat dapat berlangsung sempurna sehingga terjadi penurunan pH daging. Nilai pH daging yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga proses pembusukan dihambat, pengeluaran darah menjadi sempurna karena darah merupakan media yang baik dalam pertumbuhan mikroba, lapisan luar daging menjadi kering sehingga kontaminasi mikroba pembusuk dari luar dapat ditahan serta untuk memperoleh daging yang memiliki keempukan optimum serta citarasa yang khas. Pelayuan yang paling baik dilakukan pada suhu sedikit lebih rendah daripada suhu kamar. Menurut May et al., (1962) bahwa lama pelayuan dan temperature karkas akan menentukan keempukan daging unggas. Karkas yang dilayukan dalam ruangan dengan suhu 32°F dan 66°F akan lebih empuk daripada pelayuan dalam 98,6°F, akan tetapi seluruh karkas mendekati nilai derajat keempukan hampir sama, setelah dilayukan lebih dari 8 jam tanpa memperhatikan temperaturnya2.
Menurut Snyder dan Orr (1964) pelayuan daging unggas sebaiknya dilakukan pada suhu 0-7°C. Pada kondisi seperti ini akan memberikan kesempatan bagi daging untuk melewati fase rigor mortis. Bila daging telah melewati fase ini maka daging akan menjadi empuk. Rigor mortis pada daging ayam, pasa suhu ruang berlangsung 2-4,5 jam. Lamanya fase ini tergantung kepada suhu dan macam unggas2.
2.      Pembekuan
Menurut Mountney (1966) penyimpanan daging beku dilakukan pada suhu -17°C sampai -40°C. pada daging unggas dapat tahan dalam keadaan baik selama satu tahun bila disimpan pada suhu-17,8°C. Pada suhu ini daging unggas dalam keadaan beku. Dengan pembekuan pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim dapat dihambat, sehingga proses pembusukan atau kerusakan daging unggas dapat dihambat. Perubahan-perubahan yang dapat terjadi selama pembekuan antara lain glikolisis, denaturasi protein, perubahan akibat aktivitas enzim dan mikroba. Perubahan kimia dan biokimia, seperti glikolisis berlangsung dengan kecepatan menurun selama penyimpanan beku, bahkan terhenti sama sekali setelah penyimpanan selam dua bulan pada suhu -17°C2.
Selama penyimpanan beku terjadi denaturasi protein. Denaturasi protein akibat suhu rendah (pembekuan dan penyimpanan beku) disebabkan meningkatnya konsentrasi padatan intraselular akibat keluarnya cairan dari sel membentuk kristal es. Perubahan-perubahan yang paling cepat terjadi pada suhu sedikit dibawah titik beku (sub freezing temperature) karena sebagian besar kristal es terbentuk pada selang suhu  tersebut dan semakin lambat pada suhu yang lebih rendah. Selama proses pembekuan reaksi-reaksi enzimatik dan non enzimatik yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan kebusukan akan berlangsung lebih lambat. Selain itu suhu pembekuan dapat menghancurkan mikroba. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya kenaikan konsentrasi padatan intraseluler, keluarnya senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah dari sel-sel bahan sehingga mengurangi ketersediaan substrat, pembentukan kristal es terutama kristal intraseluler yang secara fisik akan merusak sel-sel mikroba2.
Adapun cara mengolah daging unggas adalah4:
1.       Dibandingkan ayam kampung (buras), ayam ras (broiler) berukuran lebih besar, lebih berlemak, berkulit lebih tipis, berdaging tebal tapi relatif lunak. Karena itu. ayam ras cocok digoreng atau dipanggang. Ayam buras bisa diolah menjadi kalio, gulai, atau opor.
2.       Di pasaran, ada dua jenis bebek, yaitu bebek berleher tinggi (impor dan lokal) dan bebek berleher pendek (itik manila/ entok). Bebek impor lebih gemuk, dagingnya cepat lunak, kulitnya lebih tebal dan berlemak. Bebek lokal dan entok memiliki daging dan lemak yang tidak tebal dan daging yang cenderung lebih liat, apalagi jika umurnya sudah tua.
3.       Dibandingkan ayam, daging bebek umumnya lebih alot sehingga memerlukan waktu masak yang lebih lama. Untuk mengurangi bau anyirnya, bakar bebek hingga kecokelatan di atas api sebelum diolah lebih lanjut.
       Dengan demikian, unggas sebagai salah satu makanan sumber protein sangatlah penting untuk kita konsumsi. Dimana protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsure logam seperti besi dan tembaga4.
              Di dalam tubuh, protein mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur, misalnya untuk pembentukan kulit, otot rambut, membran sel, jantung, hati, ginjal, dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang aktif. Beberapa di antaranya adalah enzim yang berperan sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh, dan antibodi untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Kekurangan protein dalam jangka waktu lama dapat mengganggu berbagai proses metabolisme di dalam tubuh serta mengurangi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit5.
       Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, sulfur, iodium, dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak. Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein5.














DAFTAR PUSTAKA

1.      Sirajuddin, Saifuddin dan Zakaria. 2009. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.

2.      Muchtadi, R.Tien dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.

3.      Buckle, K.A., dkk. 2007. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia: Jakarta.

4.      Winarno, F.G.2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

5.      Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka: Jakarta.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut