BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu
bahan organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan
cara pengabuannya1.
Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organic dalam makanan
didestruksi. Kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan bahan mineral karena ada
beberapa bahan mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara
konstitiuen2.
Kandungan
abu yang tinggi dalam bahan pangan, dalam beberapa hal dapat member petunjuk
kemungkinan adanya pemalsuan. Kandungan abu dalam bahan pangan dapat
dikelompokkan ke dalam abu yang larut air dan asam dan abu yang tak larut air/
asam. Adapun kandungan abu tak larut asam yang tinggi merupakan ukuran dari
banyaknya pasir dan silica yang ada dalam bahan pangan2.
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu
bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic
misalnya garam- garam asam mollat, oksalat, pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat3.
Adapun untuk menetukan kandungan mineral suatu bahan
makanan, bahan terlebih dahulu harus didestruksi (dihancurkan). Cara yang biasa
dilakukan yaitu pengabuan kering dan pengabuan basah. Pemilihan cara tersebut
tergantung pada sifat zat organic dalam bahan, sifat anorganik yang ada dalam
bahan, mineral yang akn dianalisis serta sensivitas cara yang dilakukan. Pada
percobaan ini, yang kita ujikan hanya penetapan kadar abu pada bahan pangan3.
Berdasarkan uraian diatas, maka
dilakukanlah uji penentuan kadar abu suatu bahan pangan dilakukan untuk
mengetahui dan mengidentifikasi kandungan abu bahan makanan.
I.2
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah
:
1.
Mengetahui penetapan kadar abu dalam
bahan pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah zat zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya1.
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam suatu bahan dappat merupakan dua macam garam yaitu garam organic
dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic, misalnya garam- garam
asam mollat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat1.
Selain kedua garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai
senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apanila akan ditentukan jumlah
mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena biasanya
dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral ttersebut yang
dikenal dengan pengabuan1.
Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan
jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa contoh 1:
1. Ca
(kalsium) diantara komponen mineral yang ada Ca relative tinggi pada susu dan
hasil olahannya, serealia, kacang-kacangan, ikan, dan telur serta buah-buahan.
Sebaliknya bahan yang kandungan Ca nya sedikit adalah gula, pati dan minyak.
2. Fosfor,
bahan yang kaya akan fosfor adalah milk dan olahannya, daging, ikan, daging unggas,
telur dan kacang-kacangan.
3. Besi (Fe), bahan yang kaya mineral Fe adalah
tepung gandum, daging, unggas, ikan, sifut, telur. Sedangkan makanan yang
sedikit mengandung Fe adalah susu dan olahannya, buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Sodium
(Na), bahan yang banyak mengandung Na adalah garam yang banyak digunakan
sebagai bumbu, salted food.
5. Potasium
(K), bahan yang banyak mengandung mineral K adalah milk dan hasil olahannya,
buah-buahan, serealia dan ikan, unggas, telur dan sayur-sayuran.
6. Magnesium
(Mg), bahan yang banyak mengandung Mg adalah kacang-kacangan, sertealia,
sayur-sayuran, buah-buahan dan daging.
7. Belerang
(S), banyak yang terdapat dalam bahan
kaya akan protein seperti susu, daging, kacang-kacangan, dan telur
8. Kobalt
(Co), bahan yang kaya akan mineral Co adalah sayur-sayuran dan buah-buahan
9. Zink,
bahan makanan hasil laut m,erupakan bahan yang banyak mengandung unzur Zn.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain3
:
1. Untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses
penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan
kulit atau katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga
terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar
abu yang relative tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya
dapat mencapai 20 kali lebih banyak dari pada dalam endosperm
2. Untuk
mengethaui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan
untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau
marmalade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan
fruite vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan
abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya
pasir atu kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan
pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau
tidak langsung.
Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara 5pengabuanya.
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan2.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan
terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik
dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam
asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat2.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan di tentukan jumlah mineralnya dakam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya di lakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang di kenal dengan pengabuan2.
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan di tentukan jumlah mineralnya dakam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya di lakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang di kenal dengan pengabuan2.
Penentuan
kadar abu secara langsung
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organic pada
suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 - 600°C dan kemudian melakukan penimbangan
zat yang tertinggal setelah proses pem,bakaran tersebut2.
Bahan yang mempunyai kandungan gas yang mudah menguap dan berlemak
banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang,
baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai yang dikehendaki . sedangkan untuk bahan
yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dodalam oven dan
ditambahlkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin2.
Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut
krus yang dapat terbuat dari porselin, silica, quartz, nikel atau platina
dengan berbagai kapasitas (25 – 100 ml). pemeilihan wadah ini disesuaikan
dengan bahan yang diabukan. Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan
disarankan menggunakan krus porselin yang bagian dalamnya dilapisis silika,
sebab bila tidak dilapisi akan terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Wadah
yang tervuat dari nikel tidak dianjurkan karena dapat bereaksi dengan bahan
membentuk nikel karbonium bila produk hanya mengandung karbon2.
Penggunaan krus porselin sangat luas
karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tapi mempunyai
kelemahan karena mudah pecah dan perubahan suhu yang mendadak. Penggunaan krus
dari besi umumnya nikel umumnya untuk anAlisa abu dengan sampel dalam jumlah
besar. Krus dari gelas vikor atau koarts juga dapat digunakan dan dapt
dipanaskan sampai 9000C dan tahan terhadap asam dan beberapa bahan
kimia umumnya kecuali basah. Sedangkan bahan yang bersifat basis dapat
menggubakan krus yang terbuat dari platina3.
Temperatur dari pengabuan harus diiperhatikan dengan sungguh-sungguh
karena banyak elemen abu yang menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsure K,
Na, S, Ca, P. selain itu suhu pengabuan juga menyebabkan dekomposisi senyawa
tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3. Menurut
Whichmann (1940, 1941), K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700° C, CaCO3
terdekomposisi pada 600 – 65-°C, sedangkan MgCO3 terdekomposisi pada suhu 300
-400° C. tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk
senyawa karbonat kompleks yang lebih stabil3.
Mengingat adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi
atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi makan suhu pengabuan untuk tiap-tiap
bahan dapat berbeda-beda bergantung kompoenen yang ada dalam bahan tersebut3.
Sebagai ganbaran dapat diberikan berbagai contoh suhu pengabuan untuk
berbagai bahan sebagai berikut. Buah-buahan dan hasil olahannya, daging dan
hasil olahnya, gula dan hasil olahnya serta sayuran dapat diabuakan pada suhu
525°C. serealia dan hasil olahnya, susu dan hasil olahnya kecuali keju
pengabuan pada suhu 550°C sudah cukup baik. Ikan dan hasil olahnya serta bahan
hasil laut, rempah-rempah, keju, anggur dapat menggunakan suhu pengabuan 500°C.
sedangkan biji-bijian, makanan ternak dapat diabukan pada suhu 600°C. pengabuan
diatas 600°C tidak dianjurkan karena menyebabkan hilangnya zat tertentu
misalnya garam klorida ataupun oksida dari logam alkali3.
Pengabuan dilakukan dengan muffle yang dapat diatur suhunya, tetapi bila
tidak tersedia dapat menggunakan pemanas Bunsen. Bila menggunakan Bunsen sulit
diketahui ataupun dikendalikan suhunya, untuk ini dapat digunakan pengamatan
pengamatan secara visual ayitu kelihatan membara merah berarti suhu lebih
kurang 550°C. Kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan
berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat nodah hitam. Ini
menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam
hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Alma pengabuan tiap
bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2 – 8 jam. Pengabuan dianggap selesai
apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan
bertnta konstan dengan selang wakktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap
bahan dilakukan dengan keaadaan dingin, untuk itu makan krus yang berisi abu
yang diambil dari dalam muffle harus lebih dahulu dimasukkan dalam oven bersuhu
105°C agar supaya suhunya turun, baru kemudian dimasukkan kedalam eksikator
sampai dingin Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap
air misalnya silica gel atau kapur aktif atau kalsium klorida, sodium
hidroksida 4.
Penentuan
kadar abu secara tidak langsung (Cara basah)
Pengabuan basah terutama digunakan untuk
digesti sampel dalam usaha penentuan trace element dan logam-logam beracun.
Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya
memerluka waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu
tinggi yaitu antara lain dengan
pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan
reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan4.
Penentuan kadar abu dengan pengabuan merupakan cara yang tidak
langsung dan masih banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain yang lebih
tepat yaitu cara konduktometri. Meskipun cara konduktometri lebih teliti dan
cepat disbanding cara pengabuan tetapi
berhubung memerlukan persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit makan
belum banyak dilakukan. Konduktometri berdasarkan atas prinsip bahwa larutan gula atau bahan mineral mengalami
dissosiasi. Sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non-elektrolit tidak
mengalami dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari
konsentrasi ion atau mineral atau kandungan abu dalam bahan, makin besar
konduktivitas larutan makinbesar kadar abu bahan tersebut4.
Pengabuan kering dapat dilakukan untuk
menganalisis kandungan Ca,P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi
apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisis
K harus dihindari pemanasan suhu lebih tinggi dari 4800C. Suhu 4500C
tidak dapat digunakan jika akan menganalisis kandungan seng. Penggunaan suhu
yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut5.
Pengabuan
basah memberikan beberapa keuntungan antara lain suhu yang digunakan tidak
dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur
dari menggunakan pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah
penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan
maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pengabuan basah pada
umumnyadigunakan untuk menganalisis arsen,tembaga, timah hitam, timah putih,
dan seng5.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarmadji,
Slamet. Haryono, bambang dan Suhardi. 2003. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta bekerja sama
dengan pusat antar universitas pangan dan gizi universitas gadjah mada.
Yogyakarta.
2. Sirajuddin,
Saifuddin. 2011. Pedoman Praktikum
Analisis Bahan Makanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.
3. Winarno,
F. G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
4. Almatsier,
Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5.
Bucklo,
K.A dkk. 2007. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar