Kamis, 13 Desember 2012

KADAR ABU

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya1.
Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organic dalam makanan didestruksi. Kadar abu tidak selalu ekuivalen dengan bahan mineral karena ada beberapa bahan mineral yang hilang selama volatilisasi atau interaksi antara konstitiuen2.
            Kandungan abu yang tinggi dalam bahan pangan, dalam beberapa hal dapat member petunjuk kemungkinan adanya pemalsuan. Kandungan abu dalam bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam abu yang larut air dan asam dan abu yang tak larut air/ asam. Adapun kandungan abu tak larut asam yang tinggi merupakan ukuran dari banyaknya pasir dan silica yang ada dalam bahan pangan2.
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam- garam asam mollat, oksalat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat3.
Adapun untuk menetukan kandungan mineral suatu bahan makanan, bahan terlebih dahulu harus didestruksi (dihancurkan). Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering dan pengabuan basah. Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organic dalam bahan, sifat anorganik yang ada dalam bahan, mineral yang akn dianalisis serta sensivitas cara yang dilakukan. Pada percobaan ini, yang kita ujikan hanya penetapan kadar abu pada bahan pangan3.

       Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukanlah uji penentuan kadar abu suatu bahan pangan dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kandungan abu bahan makanan.

I.2 Tujuan Praktikum                   
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.         Mengetahui penetapan kadar abu dalam bahan pangan.
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

       Abu adalah zat zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya1.
       Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dappat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic, misalnya garam- garam asam mollat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat1.
       Selain kedua garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan kompleks yang bersifat organis. Apanila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral ttersebut yang dikenal dengan pengabuan1.
       Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya. Sebagai gambaran dapat dikemukakan beberapa contoh 1:
1.      Ca (kalsium) diantara komponen mineral yang ada Ca relative tinggi pada susu dan hasil olahannya, serealia, kacang-kacangan, ikan, dan telur serta buah-buahan. Sebaliknya bahan yang kandungan Ca nya sedikit adalah gula, pati dan minyak.
2.      Fosfor, bahan yang kaya akan fosfor adalah milk dan olahannya, daging, ikan, daging unggas, telur dan kacang-kacangan.
3.      Besi  (Fe), bahan yang kaya mineral Fe adalah tepung gandum, daging, unggas, ikan, sifut, telur. Sedangkan makanan yang sedikit mengandung Fe adalah susu dan olahannya, buah-buahan dan sayur-sayuran.
4.      Sodium (Na), bahan yang banyak mengandung Na adalah garam yang banyak digunakan sebagai bumbu, salted food.
5.      Potasium (K), bahan yang banyak mengandung mineral K adalah milk dan hasil olahannya, buah-buahan, serealia dan ikan, unggas, telur dan sayur-sayuran.
6.      Magnesium (Mg), bahan yang banyak mengandung Mg adalah kacang-kacangan, sertealia, sayur-sayuran, buah-buahan dan daging.
7.      Belerang (S), banyak yang terdapat dalam bahan  kaya akan protein seperti susu, daging, kacang-kacangan, dan telur
8.      Kobalt (Co), bahan yang kaya akan mineral Co adalah sayur-sayuran dan buah-buahan
9.      Zink, bahan makanan hasil laut m,erupakan bahan yang banyak mengandung unzur Zn.
       Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain3 :
1.      Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit atau katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan mempunyai kadar abu yang relative tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak dari pada dalam endosperm
2.      Untuk mengethaui jenis bahan yang digunakan. Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmalade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruite vinegar (asli) atau sintesis.
3.      Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atu kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau tidak langsung.
       Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara 5pengabuanya. Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan2.
       Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organik misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat2.
       Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan di tentukan jumlah mineralnya dakam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya di lakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang di kenal dengan pengabuan2
.
Penentuan kadar abu secara langsung
       Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organic pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 - 600°C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pem,bakaran tersebut2.
       Bahan yang mempunyai kandungan gas yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang, baru kemudian dinaikkan suhunya sesuai yang dikehendaki . sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dahulu dodalam oven dan ditambahlkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin2.
       Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang dapat terbuat dari porselin, silica, quartz, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25 – 100 ml). pemeilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang diabukan. Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan disarankan menggunakan krus porselin yang bagian dalamnya dilapisis silika, sebab bila tidak dilapisi akan terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Wadah yang tervuat dari nikel tidak dianjurkan karena dapat bereaksi dengan bahan membentuk nikel karbonium bila produk hanya mengandung karbon2.
       Penggunaan krus porselin sangat luas karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tapi mempunyai kelemahan karena mudah pecah dan perubahan suhu yang mendadak. Penggunaan krus dari besi umumnya nikel umumnya untuk anAlisa abu dengan sampel dalam jumlah besar. Krus dari gelas vikor atau koarts juga dapat digunakan dan dapt dipanaskan sampai 9000C dan tahan terhadap asam dan beberapa bahan kimia umumnya kecuali basah. Sedangkan bahan yang bersifat basis dapat menggubakan krus yang terbuat dari platina3.
       Temperatur dari pengabuan harus diiperhatikan dengan sungguh-sungguh karena banyak elemen abu yang menguap pada suhu yang tinggi misalnya unsure K, Na, S, Ca, P. selain itu suhu pengabuan juga menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3, CaCO3, MgCO3. Menurut  Whichmann (1940, 1941), K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700° C, CaCO3 terdekomposisi pada 600 – 65-°C, sedangkan MgCO3 terdekomposisi pada suhu 300 -400° C. tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang lebih stabil3.
       Mengingat adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu yang tinggi makan suhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan dapat berbeda-beda bergantung kompoenen yang ada dalam bahan tersebut3.
       Sebagai ganbaran dapat diberikan berbagai contoh suhu pengabuan untuk berbagai bahan sebagai berikut. Buah-buahan dan hasil olahannya, daging dan hasil olahnya, gula dan hasil olahnya serta sayuran dapat diabuakan pada suhu 525°C. serealia dan hasil olahnya, susu dan hasil olahnya kecuali keju pengabuan pada suhu 550°C sudah cukup baik. Ikan dan hasil olahnya serta bahan hasil laut, rempah-rempah, keju, anggur dapat menggunakan suhu pengabuan 500°C. sedangkan biji-bijian, makanan ternak dapat diabukan pada suhu 600°C. pengabuan diatas 600°C tidak dianjurkan karena menyebabkan hilangnya zat tertentu misalnya garam klorida ataupun oksida dari logam alkali3.
       Pengabuan dilakukan dengan muffle yang dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas Bunsen. Bila menggunakan Bunsen sulit diketahui ataupun dikendalikan suhunya, untuk ini dapat digunakan pengamatan pengamatan secara visual ayitu kelihatan membara merah berarti suhu lebih kurang 550°C. Kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat nodah hitam. Ini menunjukkan pengabuan belum sempurna maka perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Alma pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2 – 8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan bertnta konstan dengan selang wakktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dengan keaadaan dingin, untuk itu makan krus yang berisi abu yang diambil dari dalam muffle harus lebih dahulu dimasukkan dalam oven bersuhu 105°C agar supaya suhunya turun, baru kemudian dimasukkan kedalam eksikator sampai dingin Eksikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silica gel atau kapur aktif atau kalsium klorida, sodium hidroksida 4.
Penentuan kadar abu secara tidak langsung (Cara basah)
       Pengabuan basah terutama digunakan untuk digesti sampel dalam usaha penentuan trace element dan logam-logam beracun. Berbagai cara yang ditempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerluka waktu yang lama serta adanya kehilangan karena pemakaian suhu tinggi  yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan4.
       Penentuan kadar abu  dengan pengabuan merupakan cara yang tidak langsung dan masih banyak dilakukan orang. Sebenarnya ada cara lain yang lebih tepat yaitu cara konduktometri. Meskipun cara konduktometri lebih teliti dan cepat disbanding cara pengabuan tetapi  berhubung memerlukan persyaratan khusus dan alat yang lebih rumit makan belum banyak dilakukan. Konduktometri berdasarkan atas prinsip bahwa  larutan gula atau bahan mineral mengalami dissosiasi. Sedangkan sukrosa yang merupakan bahan non-elektrolit tidak mengalami dissosiasi. Konduktivitas larutan dapat digunakan sebagai indeks dari konsentrasi ion atau mineral atau kandungan abu dalam bahan, makin besar konduktivitas larutan makinbesar kadar abu bahan tersebut4.  
       Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisis kandungan Ca,P, dan Fe, akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Oleh karena itu, untuk menganalisis K harus dihindari pemanasan suhu lebih tinggi dari 4800C. Suhu 4500C tidak dapat digunakan jika akan menganalisis kandungan seng. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut5.
       Pengabuan basah memberikan beberapa keuntungan antara lain suhu yang digunakan tidak dapat melebihi titik didih larutan dan pada umumnya karbon lebih cepat hancur dari menggunakan pengabuan kering. Cara pengabuan basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pengabuan basah pada umumnyadigunakan untuk menganalisis arsen,tembaga, timah hitam, timah putih, dan seng5.














DAFTAR PUSTAKA

1.      Sudarmadji, Slamet. Haryono, bambang dan Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta bekerja sama dengan pusat antar universitas pangan dan gizi universitas gadjah mada. Yogyakarta.

2.      Sirajuddin, Saifuddin. 2011. Pedoman Praktikum Analisis Bahan Makanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.                                                                                                                   
3.      Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

4.      Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.                                                                                                 
5.      Bucklo, K.A dkk. 2007. Ilmu Pangan.   UI-Press. Jakarta.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut