BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sebagai orang yang
bekerja di bidang kesehatan, kita sering mendapat pertanyaan dari masyarakat
tentang bagaimana cara memilih garam itu beryodium atau tidak pada saat akan
membelinya. Hal ini memang sulit dilakukan, karena garam pada umumnya sudah
terbungkus rapi dan kita tidak dapat menentukan beryodium atau tidak dengan
hanya melihat atau mengecapnya. Dengan demikian, salah satu tahap awal adalah
membeli merk tertentu dalam jumlah sedikit atau bungkus kecil saja dulu, untuk
dilakukan uji kandungan yodium1.
Cara yang paling mudah untuk menguji
kandungan yodium dalam garam adalah dengan menggunakan cairan uji, yang saat
ini banyak digunakan adalah “Iodina test”1.
Zat pewarna makanan alami sejak dulu
telah dikenal dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk
makanan tersebut, sehingga konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya
sudah sejak lama pula terjadi penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang
tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat aditif2.
Contoh yang sering ditemui di lapangan
dan diberitakan di beberapa media massa adalah penggunaan bahan pewarna
Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil,
namun digunakan sebagai pewarna makanan. Berbagai penelitian dan uji telah
membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat
menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh
hasil ; terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan
disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi2.
Zat warna/pewarna makanan secara umum
dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : zat warna alami, zat warna yang
identik dengan zat warna alami, dan zat warna sintetis2.
I.2
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk
mengetahui kadar iodium dalam garam beriodium dengan metode titrimetri.
2. Untuk
menganalisa bahan aditif dalam bahan makanan (pewarna).
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Iodium adalah sejenis mineral yang
terdapat di alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang
sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup, terutama
manusia. Bila tanah miskin akan iodium maka semua tanaman (termasuk sayuran dan
buah-buahan) yang tumbuh di atasnya juga miskin iodium. Ternak yang hidup di
daerah tersebut juga akan mengalami kekurangan iodium. Sebagai dampaknya,
manusia yang hidup di lingkungan demikian dapat dipastikan juga akan mengalami
kekurangan iodium1.
Berikut ini “tips” untuk memilih garam
beryodium, yang dapat disosialisasikan ke masyarakat1:
1. Pilihlah
garam yang dikemas dan berlabel “Garam Beryodium”, ada nomor MD atau SP,
isi/berat kemasan, kandungan yodium 30-80 ppm, nama produsen.
2. Pilihlah
kemasan yang rapi dan tidak rusak.
3. Pilihlah
garam yang putih dan kering, tidak lembab atau basah.
4. Beli
sedikit dulu (kemasan kecil) untuk diuji di rumah, kalau perlu beberapa merk,
untuk pegangan dalam pembelian selanjutnya.
Tips-pilih-garam:
5. Hindari memilih garam bata/briket apalagi yang
tidak dikemas, kecuali telah
anda uji pada setiap
bagian (luar dan dalam) dan hasilnya cukup.
6. Apabila sudah dilakukan uji terhadap merk
tertentu, pembelian selanjutnya
tidak perlu lagi
dilakukan uji.
7. Pilihlah kemasan kecil agar penyimpanan di
rumah tidak terlalu lama, untuk
menghindari proses
pelembaban akibat terbukanya kemasan.
Iodium ada di dalam tubuh dalam jumlah
sangat sedikit, yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004% dari berat badan atau
15-23 mg. Sekitar 75% dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid, yang
digunakan untuk mensintesis hormone tiroksin, tetraiodotironin, dan triiodotironin.
Hormon-hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan fisik dan
mental hewan dan manusia. Sisa iodium ada di dalam jaringan lain, terutama di
dalam kelenjar-kelenjar ludah, payudara, dan lambung serta di dalam ginjal. Di
dalam darah iodium terdapat dalam bentuk iodium bebas atau terikat dengan
protein3.
Laut merupakan sumber utama iodium. Oleh
karena itu, makanan laut berupa ikan, udang, dan kerang serta ganggang laut
merupakan sumber iodium yang baik. Di daerah pantai, air dan tanah mengandung
banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh di daerah pantai mengandung cukup
banyak iodium. Semakin jauh tanah itu dari pantai semakin sedikit pula
kandungan iodiumnya, sehingga tanaman yang tumbuh di daerah tersebut termasuk
rumput yang dimakan hewan sedikit sekali atau tidak mengandung iodium. Salah
satu cara penanggulangan kekurangan iodium ialah melalui fortifikasi garam
dapur dengan iodium. Fortifikasi garam dengan iodium sudah diwajibkan di
Indonesia3.
Pada kekurangan iodium, konsentrasi
hormone tiroid menurun dan hormone perangsang-tiroid/TSH meningkat agar
kelenjar tiroid mampu menyerap lebih banyak iodium. Bila kekurangan berlanjut,
sel kelenjar tiroid membesar dalam usaha meningkatkan pengambilan iodium oleh kelenjar tersebut. Bila pembesaran ini
menampak dinamakan gondok sederhana. Bila terdapat secara meluas di suatu
daerah dinamakan gondok endemic. Gondok dapat menampakkan diri dalam bentuk
gejala yang sangat luas, yaitu dalam bentuk kretinisme di satu sisi dan pembesaran
kelenjar tiroid pada sisi lain3.
Gejala kekurangan iodium adalah malas
dan lamban, kelenjar tiroid membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam
keadaan cacat mental yang permanen serta hambatan pertumbuhan yang dikenal
sebagai kretinisme. Seorang anak yang menderita kretinisme mempunyai bentuk
tubuh abnormal dan IQ sekitar 20. Kekurangan iodium pada anak-anak memyebabkan
kemampuan belajar yang rendah3.
Kekurangan iodium banyak terdapat di
daerah pegunungan yang jauh dari laut, karena tanahnya sangat kurang mengandung
iodium. Kekurangan iodium berupa gondok endemic merupakan salah satu masalah
gizi utama di Indonesia yang terdapat secara merata di daerah pegunungan di
seluruh propinsi, kecuali DKI Jakarta. Menurut data dari Departemen Kesehatan
tahun 1990, prevalensi rata-rata gondok total di daerah endemic adalah 27,7%,
sedangkan gondok nyata 6,8%3.
Suplemen iodium dalam dosis terlalu
tinggi dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, seperti halnya kekurangan
iodium. Dalam keadaan berat hal ini dapat menutup jalan pernapasan sehingga
menimbulkan sesak napas3.
Pengobatan gondok biasa dilakukan dengan
memberikan zat iodium melalui suntikan. Pada tahun 1980-an program ini dikenal
sebagai program suntikan lipiodol. Yaitu suatu preparat larutan minyak
beriodium yang mengandung 480 miligram zat iodium per 1 mililiter larutan. Satu
kali suntikan intramuskuler (melalui otot) dengan dosis 0,5-1 mililiter dapat
melindungi dari Gaki selama 3-5 tahun4.
Sasaran dari suntikan ini adalah bayi,
anak, dan dewasa di daerah rawan Gaki. Namun di Indonesia program ini mengalami
banyak kesulitan. Pertama, program ini memerlukan tenaga khusus yang terlatih
untuk dapat menyuntik. Kedua, umumnya penduduk untuk disuntik sehingga
menghindar. Ketiga, harga larutan lipiodol relatif mahal. Keempat, untuk
mencapai daerah sasaran yang kebanyakan terpencil dan sulit dicapai4.
Penampilan makanan, termasuk warnanya,
sangat berpengaruh untuk menggugah selera. Penambahan zat pewarna pada makanan
bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan
di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna
makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna
kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna
alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya
terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk
industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan
meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat
pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan
teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam
jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk
pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna
untuk menarik perhatian konsumen5.
Berikut ini beberapa alasan utama
menambahkan zat pewarna pada makanan5:
1.
Untuk
memberi kesan menarik bagi konsumen.
2.
Menyeragamkan
warna makanan dan membuat identitas produk pangan.
3.
Untuk
menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna. Dalam hal ini
penambahan warna bertujuan untuk untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu
produk sebenarnya tidak dapat diterima apalagi bila menggunakan zat pewarna
yang berbahaya.
4.
Untuk
menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang
ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.
5.
Untuk
menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.
Zat pewarna pada makanan secara umum
digolongkan menjadi dua kategori yaitu zat pewarna alami dan zat pewarna
sintetis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang berasal dari tanaman
atau buah-buahan. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih
banyak daripada zat pewarna sintetis untuk menghasilkan tingkat pewarnaan yang
sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi perubahan yang tidak terduga pada
tekstur dan aroma makanan. Zat pewarna alami juga menghasilkan karakteristik
warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila dibandingkan dengan zat pewarna
sintetis. Oleh karena itu zat ini tidak dapat digunakan sesering zat pewarna
sintetis. Zat pewarna sintesis merupakan zat pewarna buatan manusia. Zat
pewarna sintetis seharusnya telah melalui suatu pengujian secara intensif untuk
menjamin keamanannya. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya
lebih cerah, lebih homogen dan memilliki variasi warna yang lebih banyak bila
dibandingkan dengan zat pewarna alami. Di samping itu penggunaan zat pewarna
sintetis pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi
produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Para
konsumen pun hendaknya selalu mendapatkan informasi tentang komponen-komponen
yang terkandung dalam zat pewarna sintetis tersebut5.
Tabel perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
|
||||||||||||||||||
|
Pemerintah sendiri telah mengatur
penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen
makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang
dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya rhodamine B sebagai pewarna
untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah,
lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum
menyadari bahaya dari pewarna tersebut5.
Zat warna sintetis dipakai sangat luas
dalam pembuatan berbagai macam makanan. Zat warna tersebut dapat dicampurkan
dan akan menghasilkankisaran warna yang luas. Pemakaian zat warna oleh industri
pangan jumlahnya boleh dikatakan tidak begitu banyak, yaitu biasanya tidak
lebih dari 100 mg per kg produk . Pemakaian zat warna sintetis dalam industri
pangan5.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
1. Zat Warna Sintesis
Alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah gelas kimia, pipet tetes, gunting, dan lempeng tetes.
Bahan yang digunakan adalah HCl encer (1 +9), NaOH 10%, HCl pekat, H2SO4
pekat dan NH2OH 12%, sirup A, sirup B, sirup C,
sunlight, dan tissue.
2. Penentuan Iodium Dalam Garam
Beriodium
Alat yang digunakan pada percobaan ini
adalah timbangan analitik, erlemeyer, spatula, pipet volume atau pipet skala,
bola karet, gelas ukur dan beaker gelas.
Bahan yang digunakan adalah garam
beriodium, KI 10 %, H2SO4 2 N, Na2S2O3 0,005
N, K2Cr2O7 0,005 N Amilum 1 %, KI 20 % dan HCl
6 N, tissue, dan sunlight.
III.2 Prosedur Percobaan
1. Zat Warna Sintesis
1.
30-50 ml contoh cairan diasamkan sedikit
dengan larutan HCl encer. Jika padatan, campur 25 gr contoh dengan air kemudian
homogenkan baru diambil 30-50 ml.
2.
Dimaksukkan benang wol ke dalam larutan,
dididihkan selama 30 menit.
3.
Benang wool diangkat, cuci dengan air
dingin.
4.
Dikeringkan, dipotong menjadi 4 bagian.
5.
Ditempatkan keempat potongan benang wool
diatas lempeng tetes kemudian masing-masing potongan ditetesi dengan zat yang
berbeda yaitu NaOH 10%, HCl pekat, NH4OH 12% dan H2SO4
pekat.
6.
Diamati perubahan yang terjadi,
bandingkan dengan standar daftar warna.
2. Pengujian Iodium
1.
Ditimbang 10 gr bahan dimasukkan ke
dalam erlemeyer.
2.
Ditambahkan 50 ml akuades matang
(sisakan 20 ml), ditambahakan KI 10%. Penambahan KI ditambahan 2 ml H2SO4
2N, lau erlenmayer ditutup dan
simpan di tempat yang gelap selama 10 menit.
3.
Dibilas tutup erlenmayer dengan sisa
akuades 20 ml, kemudian titrasi dengan Na Thiosulfat 0,005N sampai warna coklat
kekuningan.
4.
Lakukan standarisasi iodometri.
5.
Ditimbang 0,0061 gr K2Cr2O7
ke dalam erlemeyer 250 ml, lalu ditambahkan 25 ml akuades. Dikocok hingga
kalium dikronat larut. Ditambahkan 7,5 ml KI 20% dan 15 ml HCl 6N. Larutan
dititrasi dengan Na2S2O3 0,005 N dengan
menggunakan indikator kanji. Dengan perubahan warna dari biru tua menjadi tak
berwarna.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1
Tabel Pengamatan
1. Pengujian Zat Warna Sintesis
Jenis Sampel
|
Warna Yang Diamati Setelah
Penambahan Zat
|
|||
NaOH 10%
|
HCl Pekat
|
H2SO4 Pekat
|
NH4OH 12%
|
|
Minuman
bubuk
|
Tidak
Berwarna
|
Tidak
Berwana
|
Kuning
|
Tidak
Berwarna
|
Sirup
H
|
Coklat
|
Hijau
Biru
|
Cokelat kemerah-merahan
|
Tidak
berwarna
|
Sirup
F
|
Tidak
Berwarna
|
Merah
|
Ungu
Kecoklatan
|
Tidak
berwarna
|
2. Penentuan Kadar Iodium
Pengamatan
|
Normalitas
Na2S2O3
|
Kadar
KIO3 (ppm)
|
Kadar
Iodium (ppm)
|
10 gram garam
|
5682 x 10 -5
|
3850 x 10 -5
|
2187 x 10-5
|
IV.1.2 Gambar Hasil
1. Penentuan Zat Warna Sintesis



2. Penentuan Iodium



IV.1.3 Perhitungan
1.
Penentuan Kadar Iodium
mg
K2Cr2O7 =
0, 5 gr = 500 mg
BM
KIO3 = 214
Normalitas
Na2S203
= mg K2Cr2O7
Fp
xV x49
|
= 500 mg
4
x 449 ml
|
= 5682 x 10-6 N
Kadar KIO3 (ppm) = ml Na2S203 x
N Na2S203 x BM KIO3 x
x 


= 1,9 x 5682 x 10-6
N x 2214 x
x 


= 3850 x
10-5 mg
Kadar Iodium (ppm) = Berat atom I x Kadar KIO3
BM KIO3
=
121,54 x 3850 x 10-5
214
=
2187 x 10-5 ppm
IV.2 Pembahasan
IV.2.1
Pengujian Zat Warna Sintesis
Percobaan ini
dilakukan dengan mengasamkan larutan dengan sedikit HCl encer. Kemudian
dimasukan benang wol putih yang tidak berlemak. Untuk
mengetahui kadar atau dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali
dilakukan analisisnya. Penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah atau
menarik selera konsumen, atau dengan kata lain penambahan tersebut dilakukan
secukupnya saja, sesuai selera. Penambahan yang terlalu banyak akan
mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa.
Pada percobaan
zat warna sintesis ini bahan yang digunakan adalah sirup. Pada minuman bubuk warna yang teramati setelah
penambahan zat NaOH 10% yaitu tidak berwarna sama sekali, pada HCl pekat tidak
berubah, H2SO4 berubah jadi warna kuning dan NH4OH
12% kembali tidak berwarna. Hasil warna dari sirup H saat ditambahkan NaOH 10%
coklat, ditambahkan HCl pekat hijau biru dan Fe berubah saat ditambah NaOh 10%,
berubah jadi merah saaat ditambah HCl pekat dan tidak berwarna saat ditambah NH4OH
12%.
Setelah
penambahan zat NaOH 10%, HCl pekat, H2SO4 jenuh, dan NH4OH
12% dapat diketahui zat warna yang terkandung dalam sirup yang diamati. Pada
minuman bubuk terkandung zat warna acid magenta yang ditandai dengan tidak
terjadinya perubahan warna saat sirup ditambahkan zat HCl pekat dan NH4OH
serta NaOH. Pada sirup H dan F kandungan zat pewarna sintetisnya tidak
terdeteksi. Setelah dicocokkan perubahan
warna yang terjadi dengan daftar perubahan warna pada tabel lampiran tidak
diperoleh kecocokan.
Hasil yang
diperoleh pada pengamatan ini menunjukkan hasil yang tidak sama persis dengan
lampiran daftar perubahan warna serat wol oleh berbagai pereaksi. Hal ini dapat
disebabkan oleh tidak akuratnya proses percobaan yang dilakukan lalu jumlah
serat wol ataupun reagen pereaksi yang digunakan, juga waktu pemanasan dan
pendinginan serat wol. Tetapi zat warna sintesis yang terkandung dapat
diketahui karena ada beberapa perubahan warna yang sama atau mendekati
perubahan-perubahan warna yang tercantum pada tabel. Kandungan pewarna sintesis
juga tidak terdeteksi dari sirup, hal ini disebabkan tidak terdapat kecocokan
antara perubahan warna yang terjadi saat pengamatan dengan perubahan warna yang
tercantum pada daftar lampiran. Hal ini disebabkan karena sirup yang digunakan
sudah mengalami proses penyimpanan yang lama sehingga pewarna sintesis yang
terkandung di dalamnya juga setelah bereaksi dengan reagen pereaksi tidak menunjukkan
perubahan warna yang semestinya.
IV.2.2 Pengujian Iodium
Percobaan iodium ini dilakukan dengan
pengujian kadar KIO3, pengujian kadar iodium, dan normalitas Na2S2O3.
Pada pengujian kadar KIO3 didapatkan hasil yaitu 25682 x 10-5 ppm.
Pada pengujian kadar iodium didapatkan hasil yaitu 123,19 ppm dan pada
pengujian normalitas Na2S2O3 didapatkan hasil
yaitu 582 x 10-5N.
Iodium merupakan mineral yang
termasuk unsur gizi esensial walaupun jumlahnya sangat sedikit di dalam tubuh,
yaitu hanya 0,00004% dari berat tubuh atau sekitar 15-23 mg. Itulah sebabnya
iodium sering disebut sebagai mineral mikro. Manusia tidak dapat membuat unsur
iodium dalam tubuhnya seperti ia membuat protein atau gula. Kadar iodium dalam
garam beriodium cukup tinggi, sehingga garam ini dapat dipakai sebagai bahan
makanan sumber iodium keluarga.
Manusia harus mendapatkan iodium dari
luar tubuhnya (secara alamiah), yaitu melalui serapan dari iodium yang
terkandung dalam makanan dan minuman. Kebutuhan tubuh akan iodium rata-rata
mencapai 1-2 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Iodium diperlukan
tubuh terutama untuk sintesis hormon tiroksin, yaitu suatu hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan kecerdasan. Jika kebutuhan tersebut tidak
terpenuhi dalam waktu lama, kelenjar tiroid akan membesar untuk menangkap
iodium, yang lebih banyak dari darah. Pembesaran kelenjar tiroid tersebutlah
yang sehari-hari kita kenal sebagai penyakit gondok. Pengertian tentang
defisiensi iodium saat ini tidak terbatas pada gondok dan kretinisme saja,
tetapi ternyata defisiensi iodium berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia secara laus, seperti tumbuh kembang, termasuk perkembangan otak.
Defisiensi iodium dapat menyebabkan gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI).
BAB
V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari
percobaan yang telah dicobakan adalah:
1. Pada minuman bubuk terkandung zat warna acid
magenta yang ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna saat sirup
ditambahkan zat HCl pekat dan NH4OH serta NaOH. Pada sirup H dan F
kandungan zat pewarna sintetisnya tidak terdeteksi. Setelah dicocokkan perubahan warna yang
terjadi dengan daftar perubahan warna pada tabel lampiran tidak diperoleh
kecocokan.
2.
Pada percobaan iodium ini ada beberapa pengujian
diantaranya pengujian kadar KIO3, pengujian kadar iodium, dan
normalitas Na2S2O3. Pada pengujian kadar KIO3
didapatkan hasil yaitu 25682 x 10-5ppm. Pada pengujian kadar iodium
didapatkan hasil yaitu 123,19 ppm dan pada pengujian normalitas Na2S2O3
didapatkan hasil yaitu 582 x 10-5N.
V.2
Saran
Adapun saran untuk praktikum pada hari
ini adalah:
1.
Praktikum sebaiknya dimulai sesuai
dengan jam yang telah disepakati bersama.
2.
Alat dan bahan yang digunakan saat
praktikum sebaiknya telah disiapkan dan diatur dengan baik sehingga akan lebih
memudahkan dalam pengerjaan praktikumnya.
3.
Asisten diharapkan lebih sabar lagi
dalam membimbing praktikannya baik pada saat praktikum dilakukan ataupun dalam
proses penyusunan laporan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Sirajuddin,
Saifuddin dkk. 2011. Pedoman Praktikum Analisis
Bahan Makanan. Makassar: Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
2.
Yuliarti,
Nurheti. 2007. Awas Bahaya Di Balik
Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi Offser.
3.
Winarno. 2004. Kimia Pangan
dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
4.
Almaitser,
Sunita. 2010. Prinsip dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
5.
Poedjiadi,
Anna. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:
Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
1. Penentuan Iodium
|
|
|





![]() |
|

|

|



![]() |
|
|
|






|
|
|





![]() |
|
|
|





2.
Penentuan Zat Warna Sintesis
![]() |
![]() |
||||||||||||
![]() |
|||||||||||||
|
|
||||||||||||
![]() |
|||||||||||||


![]() |
|
|
|||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||

![]() |
|
||||
|
||||
Tidak ada komentar:
Posting Komentar