Orang seringkali menyamakan pengertian kegemukan (overweight) dengan obesitas. Padahal
keduanya merupakan hal yang berbeda walaupun sama-sama menggambarkan kelebihan
berat tubuh. Kegemukan adalah kondisi berat tubuh melebihi berat tubuh normal.
Sementara obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya
lemak, untuk pria dan wanita masing-masing melebihi 20% dan 25% dari berat
tubuh.
Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, ada dua jenis bentuk
tubuh. Bentuk android (bentuk apel)
adalah bentuk tubuh yang dihasilkan oleh timbunan lemak pada pinggang, rongga
perut (visceral), dan bagian atas
perut. Bentuk tubuh android lazim
ditemukan pada pria. Timbunan lemak di bagian perut dapat mengakibatkan
obesitas abdominal atau obesitas sentral. Bentuk yang kedua adalah gynecoid (bentuk pir), yaitu bentuk
tubuh akibat tumpukan lemak di bagian bawah perut seperti pinggul, pantat, dan
paha. Bentuk tubuh ini umumnya dialami oelh wanita.
Selain itu juga dikenal obesitas hipertropik (hypertrophic obesity) yang diakibatkan oleh meningkatnya kandungan
lipid adiposit. Obesitas hipertropik umumnya terjadi pada orang dewasa.
Sementara obesitas hiperplastik-hipertropik (hyperplastic-hypertrophyc obesity) terjadi akibat meningkatnya
jumlah sel lemak dan kandungan sel lipid lemak. Obesitas jenis ini umumnya
dialami oleh orang yang sejak usia muda sudah gemuk. Obesitas anak-anak (juvenil obesity) adalah hiperplastik
(bertambahnya jumlah sel).
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEGEMUKAN DAN OBESITAS
Beberapa faktor
utama penyebab kegemukan adalah genetik, fisiologis, makanan, dan perilaku
(gaya hidup). Dua faktor terakhir dapat dimodifikasi untuk menurunkan berat
tubuh.
Anak yang memiliki
orang tua gemuk atau obes kemungkinan menderita kegemukan atau obesitas lebih
tinggi daripada anak yang orang tuanya tidak obese. Kemungkinan tersebut menjadi lebih besar bila kedua orang
tuanya menderita obesitas.
Temuan terbaru
menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam pengaturan berat tubuh. Faktor
genetik meningkatkan kerentanan seorang menderita obesitas ketika keadaan
lingkungan memdorongnya untuk mengalami keseimbangan energi positif.
Terdapat beberapa
gen yang diketahui berkaitan dengan obesitas. Gen yang banyak mendapat
perhatian para ahli dewasa ini adalah ob
(obese) gen. Studi pada hewan menunjukkan bahwa ob protein leptin, suatu produk gen, dapat mengendalikan asupan
pangan dan pengeluaran energi.
Hukum I
Termodinamika berlaku untuk keseimbangan energi di dalam tubuh: ”Energi yang
disimpan sama dengan energi yang masuk minus nergi yang keluar”. Energi yang
disimpan sama dengan energi yang masuk (energi termetabolisir) mewakili 90-95%
dari energi pangan. Pada orang sehat atau yang tidak mengalami gangguan
pencernaan, efisiensi penyerapan zat gizi makro (energi, protein, dan lemak)
antara yang satu dengan yang lain hanya berbeda sedikit. Oleh karena itu,
seseorang lebih gemuk dibandingkan orang lain bukan karena efisiensi
penyerapannya lebih tinggi.
Pola makan memberi
andil yang besar terhadap kegemukan dan obesitas. Pola makan yang tinggi kalori
dan lemak menyebabkan keseimbangan energi positif (terjadi penimbunan energi
dalam bentuk lemak). Hal ini diperberat dengan kurangnya aktivitas fisik.
Kemajuan teknologi
berkontribusi pada meningkatnya pravalensi kegemukan atau obesitas. Terjadinya
sarana pengangkutan, misalnya, menyebabkan orang lebih memilih naik kendaraan
daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh. Orang lebih memilih
naik tangga berjalan (escalator) atau
lift untuk naik ke lantai yang lebih
tinggi daripada naik tangga. Selain itu, diciptakan mesin-mesin yang dapat
menggantikan tugas manusia makin ‘memanjakan’ manusia dan makin enggan
menggunakan tenaganya. Akibatnya adalah menurunnya aktivitas fisik. Hal itu
berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang
ditimbun.
KESEIMBANGAN LEMAK: PROSES KUNCI PENGATURAN BERAT TUBUH
Berat penelitian
epidemiologis telah menunjukkan hubungan positif antara asupan lemak dan berat
tubuh. Pada orang yang aktivitas fisiknya rendah (santai), sensitivitas insulin
yang tinggi berkaitan dengan penambahan berat tubuh. Orang ini memiliki respiratory quotient rata-rata yang tinggi. Kondisi ini mengindikasikan
peningkatan pembakaran karbohidrat dan penurunan pembakaran lemak. Oleh karena
itu, kelebihan asupan lemak maupun pembakaran lemak yang rendah adalah dua faktor
yang mendorong bertambahnya berat tubuh.
Di dalam tubuh, laju
oksidasi lemak bergantung pada konsentrasi asam lemak bebas plasma. Namun,
pemanfaatan deposit triasilgliserol pada berbagai jaringan, seperti otot skeletal muga dipengaruhi oleh oksidasi
lemak total. Mekanisme yang cenderung meningkatkan oksidasi lemak tubuh total
adalah perbesaran massa jaringan adiposa. Meningkatnya asam lemak bebas yang
dilepaskan ke sirkulasi darah pada penderita obesitas tidak berkaitan langsung
dengan kuantitas jaringan adiposa. Peningkatan konsentrasi asam lemak bebas
plasma terjadi paling jelas pada penderita obesitas abdominal. Keadaan ini
sering berkaitan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinemia.
Peningkatan
konsentrasi asam lemak plasma berkaitan dengan hiperinsulinemia (kelebihan
insulin) adalah paradoks. Hal ini dikarenakan insulin adalah penghambat yang
sangat efisien untuk mobilisasi asam lemak bebas. Daya pendorong lipolitik pada
penderita obesitas abdominal mendominasi penghambatan aksi insulin. Jaringan
adiposa visceral/lebih sensitif
terhadap rangsangan lipolitik dibandingkan deposit lemak di bawah kulit (subcutaneous). Selain itu, sel dari
jaringan adiposa visceral pada
penderita obesitas abdominal adalah kelebihan asam lemak bebas di hati yang
tampak pada sirkulasi portal. Hal ini merangsang glukoneogenesis yang
selanjutnya meningkatkan glukosa hepatik. Keadaan ini mencerminkan resistansi
insulin di hati.
Selain menyebabkan
masalah emosional dan psikologis seperti berkurangnya kepercayaan diri karena
penampilan fisik ‘kurang menarik’, obesitas juga berdampak pada masalah
fisiologis, yaitu meningkatnya risiko menderita berbagai jenis penyakit.
Obesitas cenderung menjadi diabetonik (menyebabkan diabetes), terutama bila
sudah berlangsung lama. Obesitas meningkatkan risiko menderita penyakit jantung
koroner, hiperlipidemia, penyakit hati dan kantong empedu, osteoartritis,
kanker, dan penyakit saluran pernapasan. Penderita obesitas juga berisiko lebih
tinggi menderita hipertensi, encok, dan tidur mendengkur dibandingkan orang
yang berat tubuhnya normal. Peningkatan taraf gliserida adalah dampak obesitas
yang umumnya terjadi pada wanita.
Berbagai penelitian
telah menunjukkan bahwa tipe pangan yang kita masukkan ke dalam tubuh
menentukan yang akan dibakar dan yang akan disimpan sebagai lemak tubuh. Pangan
yang memiliki IG rendah memiliki dua keunggulan khusus bagi orang yang ingin
mengurangi berat tubuh, yaitu (1) mengenyangkan dalam waktu yang cukup lama
serta (2) mambantu membakar lebih banyak lemak tubuh dan lebih sedikit massa
otot (body muscle). Menurunkan berat
tubuh dengan cara mengonsumsi pangan ber-IG rendah lebih mudah karena tidak
perlu menahan rasa lapar. Selain itu, apa yang dilepaskan adalah benar-benar
lemak tubuh.
Orang yang
mengonsumsi pangan ber-IG rendah, meskipun asupan energinya sama, dapat
mengalami penurunan berat tubuh lebih cepat daripada mengonsumsi pangan ber-IG
tinggi. Bagaimana IG rendah bekerja? Temuan yang paling bermakna adalah efek
yang berbeda dari kedua jenis pangan tersebut terhadap kadar insulin dalam
darah. Potter, dkk (1981) menemukan bahwa cairan formula glukosa (IG tinggi) mengakibatkan
respon insulin lebih cepat daripada produk kacang-kacangan (IG rendah). Makanan
dengan IG rendah menyebabkan kadar insulin dalam aliran darah rendah. Insulin,
selain mengatur kadar gula darah, juga berperan dalam hal kapan dan bagaimana
lemak disimpan. Kadar insulin dalam darah yang tinggi sering dijumpai pada
orang kegemukan (termasuk memiliki kadar lemak darah yang tinggi, baik
kolesterol maupun trigliserida).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar