Rabu, 04 Juli 2012

KETIKA RUPIAH MULAI MANGAP


            Ini adalah perjalanan kesekian kaliku dengan seorang diri. Berbekal informasi yang saya kumpulkan dari teman-teman yang lebih berpengalaman, maka saya menekadkan diri untuk melakukan perjalanan ini. Kejadian perkaranya sudah berlangsung kurang lebih sebulan yang lalu, namun baru sempat kulukiskan  dalam sebuah goresan pena malam ini. Orang lain boleh saja berkata bahwa ini adalah tindakan yang nekad. Melihat postur saya yang mungkin mengkhawatirkan baginya. Tapi niadku tetap bulat untuk menjelajah terhadap langkah yang telah ku rencanakan.
Kisah ini adalah pengalaman yang terjadi seminggu setelah acara NFEC 2012 di SSE/SSB berakhir. Saat itu saya memutuskan untuk melanjutkan petualangan dengan mengikuti acara “Young Leader Talk” yang diadakan oleh teman-teman FIM OYE,, Semarang. Sebelumnya saya berencana untuk menggunakan kereta api kesana, namun mungkin karena nasib belum beruntung jadinya ngak naik kereta dech gara-gara tiketnya habis (wah, padahal ini kesempan perdana nich naik kereta,,, maklum di Makassar ngak ada kereta). Ya udalah belum rejeki kali, artinya salah satu alternative yang paling memungkinkan untuk ke Semarang adalah dengan menggunakan bus, yang berarti saya harus ke terminal bus dahulu.
Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari teman-teman SSE: mbak iik (untuk yang kesekian kalinya muncul di ceritaku), mas fackhry, mas najib dkk. Teryata saya harus naik public transportation (KOPAJA) dua kali untuk sampai ke stasiun LB (wow,, sesuatu banget yachh). Meskipun sebelumya belum pernah kesana namun saya mengandalkan niat dan bertanya kepada orang yang menurut saya pantas untuk ditanya. Hasilnya, sampailah saya pada sebuah kerumunan orang yang saling berjuang mengadu nasib demi mencari sesuap nasi. Seturunya dari kopaja saya pun melihat tulisan “LB” artinya saya sudah sampai.
Sesampainya di sana, dengan menenteng koper besar dan sebuah ransel yang ada dipunggungku saya pun disambut dengan puluhan calo yang menawarkan tiket bus dengan suara yang keras yang lantang. Awalnya saya berusaha serileks mungkin, namun mungkin karena ini pengalaman pertama jadinya saya tidak bisa menghilangkan kegugupan saya dihadapan mereka. Oh, my God... jantung berdetak tak beraturan, dan mau ngak mau saya harus mengikuti langkah salah-satu calo itu, secara mereka terlalu banyak, ngak enak kan menunjukkan kehebatan saya didepan orang banyak (ngak bisa berbuat apa-apa).
Alhasil, sampailah saya di depan loket ang menjual tiket Jakarta-Semarang masih dengan pengawasan sang calo. Entah memang sudah direncanakan sebelumnya, sang penjual tiket (perempuan) mau saja menuruti kata-kata calo itu. So, saya harus menyerahkan uang sejumlah 90 ribu untuk kelas ekonomi, wow, padahal di tiketnya terlihat jelas harga 60 ribu diubah menjadi 90 ribu. Bukan masalah jumlah uang yang saya permasalahkan, tapi bagaimana mungkin mereka menelan keringak yang tidak halal itu. Ya, ketika rupiah mulai mangap, bentakan dan suara yang keras pun tak terkendalikan, bahkan aku harus menyaksikan seseorang yang diancam karena tidak mau membayar sesuai yang diinginkan. Ya, inilah hidup yang penuh dengan lika-liku perjalanan. Dinamikan yang selalu simpang siur. Maka benarnlah apa kata mereka, “disaat kamu menemukan orang yang baik maka di waktu yang berbeda kamu akan dinanti oleh orang yang kejam”.
Akupun berangkat menggunakan bus dengan “BANTUAN” sang calo. Oy, terlihat kecemasan dari sang penjual tiket tadi. Saya yakin sebenarnya kakak itu ngak nyaman dengan posisinya, namun apa boleh buat, mungkin karena pengamana yang kurang sehingga dia harus menurut apa kata mereka. Terakhir dia berucap kepadaku “de, hati-hati dijalan yach, semoga selamat sampai tujuan, jaga diri dan barang baaan kamu”. Entah nama kakak itu siapa, saya belum sempat menanyakannya, tapi saya harus mengucap terima kasih kepadanya atas pesan singkat itu. Semoga Tuhan memberikan kesehatan dan keselamatan buatnya.
Berangkatlah saya dengan sedikit perasaan yang legah meninggalkan ibu kota yang penuh sesak dengan aktifitas duniawi yang begitu mendominasi. Sejenak meregakkan badan di dalam bus disambut dengan teriakan para pedagan kaki lima yang menjajakan jualannya, sebelum saatnya kami berpindah bus ditenah perjalanan.
Menurut rencana, berdasarkan info yang saya dapatkan, kalau perjalanan Jakarta-Semarang itu kurang lebih 10-12 jam-an, tapi alhasil, entah karena ada saya di dalamnya, kami menempuh perjalanan selama kurang lebih 18 jam untuk sampai ke semaran. Alangkah melelahkannya perjalanan ini, yang dihiasi degan kisah dan cerita yang tak terlupakan.
Sampailah saya di semarang dijemput dengan Mr. Galang....
Untuk edisi semarang insya ALLAH akan terbit di lain kesempatan...

*bersambung*

Kehidupan ternya adalah panggungsandiwara, ada pemeran antagonis ada pula protagonist. Siapapun yang merasa telah menjadi actor antagonis dalam kisa ini, saya berharap semoga ALLAH selalu menuntun langkahmu kejalan yang benar. Bagi sang actor protagonist beribu terima kasih ku lantunan padamu.
Sampai jumpa di edisi berikutnya..... see you

Pare, 3 juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut