Ini adalah perjalanan kesekian
kaliku dengan seorang diri. Berbekal informasi yang saya kumpulkan dari
teman-teman yang lebih berpengalaman, maka saya menekadkan diri untuk melakukan
perjalanan ini. Kejadian perkaranya sudah berlangsung kurang lebih sebulan yang
lalu, namun baru sempat kulukiskan dalam
sebuah goresan pena malam ini. Orang lain boleh saja berkata bahwa ini adalah
tindakan yang nekad. Melihat postur saya yang mungkin mengkhawatirkan baginya.
Tapi niadku tetap bulat untuk menjelajah terhadap langkah yang telah ku
rencanakan.
Kisah
ini adalah pengalaman yang terjadi seminggu setelah acara NFEC 2012 di SSE/SSB berakhir. Saat itu saya
memutuskan untuk melanjutkan petualangan dengan mengikuti acara “Young
Leader Talk” yang diadakan oleh teman-teman FIM OYE,, Semarang. Sebelumnya saya berencana untuk menggunakan
kereta api kesana, namun mungkin karena nasib belum beruntung jadinya ngak naik
kereta dech gara-gara tiketnya habis (wah, padahal ini kesempan perdana nich naik
kereta,,, maklum di Makassar ngak ada kereta). Ya udalah belum rejeki kali,
artinya salah satu alternative yang paling memungkinkan untuk ke Semarang
adalah dengan menggunakan bus, yang berarti saya harus ke terminal bus dahulu.
Berdasarkan
informasi yang saya dapatkan dari teman-teman SSE: mbak iik (untuk yang kesekian kalinya muncul di ceritaku), mas fackhry, mas najib dkk. Teryata saya harus naik public transportation (KOPAJA) dua kali untuk sampai ke
stasiun LB (wow,, sesuatu banget yachh). Meskipun sebelumya belum pernah kesana
namun saya mengandalkan niat dan bertanya kepada orang yang menurut saya pantas
untuk ditanya. Hasilnya, sampailah saya pada sebuah kerumunan orang yang saling
berjuang mengadu nasib demi mencari sesuap nasi. Seturunya dari kopaja saya pun
melihat tulisan “LB” artinya saya sudah sampai.
Sesampainya
di sana, dengan menenteng koper besar dan sebuah ransel yang ada dipunggungku
saya pun disambut dengan puluhan calo yang menawarkan tiket bus dengan suara
yang keras yang lantang. Awalnya saya berusaha serileks mungkin, namun mungkin
karena ini pengalaman pertama jadinya saya tidak bisa menghilangkan kegugupan
saya dihadapan mereka. Oh, my God... jantung berdetak tak beraturan, dan mau
ngak mau saya harus mengikuti langkah salah-satu calo itu, secara mereka
terlalu banyak, ngak enak kan menunjukkan kehebatan saya didepan orang banyak
(ngak bisa berbuat apa-apa).
Alhasil,
sampailah saya di depan loket ang menjual tiket Jakarta-Semarang masih dengan
pengawasan sang calo. Entah memang sudah direncanakan sebelumnya, sang penjual
tiket (perempuan) mau saja menuruti kata-kata calo itu. So, saya harus
menyerahkan uang sejumlah 90 ribu untuk kelas ekonomi, wow, padahal di tiketnya
terlihat jelas harga 60 ribu diubah menjadi 90 ribu. Bukan masalah jumlah uang
yang saya permasalahkan, tapi bagaimana mungkin mereka menelan keringak yang
tidak halal itu. Ya, ketika rupiah mulai mangap, bentakan dan suara yang keras
pun tak terkendalikan, bahkan aku harus menyaksikan seseorang yang diancam
karena tidak mau membayar sesuai yang diinginkan. Ya, inilah hidup yang penuh
dengan lika-liku perjalanan. Dinamikan yang selalu simpang siur. Maka benarnlah
apa kata mereka, “disaat kamu menemukan orang yang baik maka di waktu yang
berbeda kamu akan dinanti oleh orang yang kejam”.
Akupun
berangkat menggunakan bus dengan “BANTUAN” sang calo. Oy, terlihat kecemasan
dari sang penjual tiket tadi. Saya yakin sebenarnya kakak itu ngak nyaman
dengan posisinya, namun apa boleh buat, mungkin karena pengamana yang kurang
sehingga dia harus menurut apa kata mereka. Terakhir dia berucap kepadaku “de,
hati-hati dijalan yach, semoga selamat sampai tujuan, jaga diri dan barang
baaan kamu”. Entah nama kakak itu siapa, saya belum sempat
menanyakannya, tapi saya harus mengucap terima kasih kepadanya atas pesan
singkat itu. Semoga Tuhan memberikan kesehatan dan keselamatan buatnya.
Berangkatlah
saya dengan sedikit perasaan yang legah meninggalkan ibu kota yang penuh sesak
dengan aktifitas duniawi yang begitu mendominasi. Sejenak meregakkan badan di
dalam bus disambut dengan teriakan para pedagan kaki lima yang menjajakan
jualannya, sebelum saatnya kami berpindah bus ditenah perjalanan.
Menurut
rencana, berdasarkan info yang saya dapatkan, kalau perjalanan Jakarta-Semarang
itu kurang lebih 10-12 jam-an, tapi alhasil, entah karena ada saya di dalamnya,
kami menempuh perjalanan selama kurang lebih 18 jam untuk sampai ke semaran.
Alangkah melelahkannya perjalanan ini, yang dihiasi degan kisah dan cerita yang
tak terlupakan.
Sampailah
saya di semarang dijemput dengan Mr. Galang....
Untuk
edisi semarang insya ALLAH akan terbit di lain kesempatan...
*bersambung*
Kehidupan
ternya adalah panggungsandiwara, ada pemeran antagonis ada pula protagonist.
Siapapun yang merasa telah menjadi actor antagonis dalam kisa ini, saya
berharap semoga ALLAH selalu menuntun langkahmu kejalan yang benar. Bagi sang
actor protagonist beribu terima kasih ku lantunan padamu.
Sampai jumpa di
edisi berikutnya..... see you
Pare, 3 juli
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar